bakabar.com, JAKARTA - Harga gula kristal rafinasi (GKR) bakal naik. Ini kabar buruk untuk industri kuliner.
Merespons kabar itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gappmi), Adhi S Lukman buka suara. Mereka sedang bersiap-siap menaikkan harga makanan dan minuman berbahan baku gula.
"Biasanya kami menaikkan harga itu akhir tahun atau awal tahun," katanya kepada wartawan di Hotel Pullman Central Park Jakarta, Senin (14/8).
Baca Juga: Harga Gula, Pengamat: Sebenarnya Sudah Puluhan Tahun Tetap Stabil
Sampai akhir atau awal tahun depan, kata Adhi, perusahaan besar masih bisa memaksimalkan sisa stok gula. Hasil kontrak sebelumnya.
"Sehingga kita (Gappmi) bisa menahan kenaikan harga," terangnya.
Meski begitu, ia mengakui tak mudah menaikkan harga produk. Butuh melalui proses yang panjang.
"Kami harus berdiskusi dulu dengan distributor dan pelaku ritel," ungkapnya.
Lalu, berapa persen perkiraan kenaikan harga gula? Kata Adhi, tak akan lebih 5 persen. "Biasanya sekitar 3-4 persen," sambungnya.
Hal itu dilakukan karena, produsen produk makanan dan minuman tak bisa menaikkan sebesar kenaikan harga bahan baku produksi.
Sebab, produsen mempertimbangkan daya beli masyarakat. Padahal, harga bahan baku, dalam hal ini gula, naik 30 persen.
"Kalau naik terlalu tinggi juga konsumennya lari. Nah makanya biasanya menggerus margin. Diperlukan juga inovasi, efisiensi dan lain sebagainya," ungkapnya.
Baca Juga: Penurunan Produksi Gula India, Bapanas: Sebabkan Harga Gula Mahal
Biar tahu saja. Saat ini gula impor jauh lebih mahal dibandingkan gula lokal. Ditambah lagi ada kekhawatiran El Nino yang berkepanjangan, sehingga memengaruhi Thailand dan India, selaku negara produsen.
Adapun Brazil sebagai produsen gula. Pemerintahnya mengubah kebijakan sehingga banyak olahan tebu yang dijadikan sebagai bahan baku bioetanol.
"Nah, ini juga memengaruhi pasokan gula dunia sehingga harga gula dunia meningkat. Ini yang kita khawatirkan," terangnya.