Gugatan Batas Usia Capres-cawapress

Jelang Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres, Pakar: Masifnya Judicialisasi Politik

Kredibilitas Mahkamah Konstitusi (MK) akan dipertaruhkan jelang putusan soal batas usia capres-cawapres yang akan dibacakan pada Senin (16/10).

Featured-Image
Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, memberikan penjelasan soal gugatan batas usia capres-cawapres, kepada awak media, Minggu (15/10). Foto: Nandito/apahabar.com

bakabar.com, Jakarta- Kredibilitas Mahkamah Konstitusi (MK) akan dipertaruhkan jelang putusan soal batas usia capres-cawapres yang akan dibacakan pada Senin (16/10) besok.

Pegiat Pemilu menilai bila gugatan tersebut dikabulkan, hal itu kian menambah daftar panjang masifnya judicialisasi politik yang dilakukan MK selaku kekuasaan yudisial.

"Apa yang terjadi hari ini dalam istilah ketatanegaraan atau kepemiluan yaitu masifnya judicialisasi politik, khususnya dalam pengaturan pemilu kita," kata Titi Anggraini, Dewan Pembina Perludem, dalam diskusi bertajuk "MK: Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Kekuasaan", Minggu (15/10).

Judicialisasi politik sederhananya dimaknai ketika MK terlibat aktif mengubah kebijakan hukum yang sebenarnya berada di bawah kewenangan eksekutif atau legislatif.

Baca Juga: Prabowo Diuntungkan Bila MK Kabulkan Gugatan Usia Capres-Bacawapres

Titi mengatakan saat ini MK semakin ditarik masuk sangat dalam untuk terlibat dalam pengaturan Pemilu. Hal ini akan berdampak pada potensi munculnya ketidakpastian dalam pengaturan Pemilu itu sendiri.

Seharusnya, kata dia, MK bisa saja menahan diri menggunakan konsep yang selama ini dikenal dengan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka yang ruang perdebatannya berada di ranah pembentuk undang-undang.

"Gugatan soal batas usia capres-bacawapres adalah open legal policy, sehingga MK tidak punya argumen hukum untuk mengabulkannya. Tidak ada persoalan konstitusional dalam pengaturan terkait batas usis capres-bacawapres ini," katanya.                                                   

Ketentuan yang digugat dan akan diputus MK besok yakni gugatan terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Pasal ini berbunyi "Persyaratan menjadi calon Presiden dan calaon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 tahun."

Menurut Titi, dalam Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

"Jadi satu sisi sebagai pegiat pemilu dan demokrasi, kami sering menuntut MK ini melakukan aktivisme di tengah kebuntuan yang kita hadapi karena kita tidak bisa menyalurkan itu ke pembentuk UU. Karena pembentuk UU menolak merevisi UU Pemilu dan UU Pilkada," ujarnya menjelaskan.

Titi melanjutkan, karena punya kewenangan jduicial review, MK diharapkan bisa melihatkan aktivisime dalam putusannya untuk memperkuat pengaturan pemilu yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan konstitusi.

"Tetapi MK jangan sampai tergelincir. Supaya MK tidak tergelincir, MK harus mampu menahan diri. Itulah yang disebut dengan judicial restraint," tegasnya.

Editor


Komentar
Banner
Banner