bakabar.com, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) membeberkan kasus kekerasan yang dialami jurnalis dan media terus mengalami peningkatan pada periode menjelang Pemilu 2024.
Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Erick Tanjung memaparkan data yang dikumpulkan sepanjang Januari hingga Juli, ditemukan kasus kekerasan sebanyak 49 kasus. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2022 yakni sebanyak 30 kasus.
"Sampai bulan Agustus ada 67 kasus, kita data dan kita verifikasi," kata Erick di Jakarta, Minggu (1/10).
Dari total kasus kekerasan yang terjadi hingga Agustus 2023, kata Erick, paling besar didominasi oleh kekerasan berjenis serangan digital dengan 19 kasus, kekerasan fisik 15 kasus, dan kekerasan ancaman 12 kasus.
Baca Juga: Petugas Keamanan RS Eka Hospital BSD Tangsel Intimidasi Jurnalis
"Sisanya kasus pelarangan liputan dan penghapusan hasil liputan," ujarnya.
Selain terkait kasus kekerasan, ungkap Erick, persoalan independensi jurnalis juga kian mengkhawatirkan. Ia mencontohkan, banyaknya jurnalis di daerah yang secara terang-terangan menjadi tim sukses dari calon legistatif, kepala daerah, hingga calon presiden tertentu.
"Bahkan di media lokal ada yang mencalonkan diri sebagai caleg. Belum lagi maraknya suap di lapangan. Ini ancaman paling tinggi," paparnya.
Senada, advokat LBH Pers Mustafa menerangkan kasus kekerasan yang dialami jurnalis kebanyakan diawali dari persoalan etik. Kondisi tersebut menjadi celah pengaduan kepada jurnalis dan media.
Baca Juga: Jurnalis Pamekasan Bantu Air Bersih di 39 Wilayah Kekeringan
Ia mencontohkan kekerasan yang dilakukan anggota panitia pengawas kecamatan (panwascam) kepada salah seorang jurnalis TV di Makassar. Setelah diusut, kehadiran jurnalis tersebut ternyata untuk menanyakan alasan tidak lolosnya si jurnalis sebagai anggota paswascam.
"Kadang kala kekerasan terjadi karena diawali pelanggaran etik," pungkasnya.