bakabar.com, JAKARTA - Ada lagi yang tak elok di megaproyek IKN. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menemukan modus perampasan tanah di sana.
Yang tertuduh adalah Otorita IKN. Jatam menuding mereka menggunakan tanda tangan daftar hadir pertemuan sebagai persetujuan.
"Biasanya ada sosialisasi, mereka gunakan tanda tangan kehadiran, dan itu dijadikan lampiran persetujuan," ujar Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari di Jakarta, Kamis (7/9).
Baca Juga: Polda Kaltim-Otorita Bentuk Satgas Berantas Tambang Ilegal di IKN!
Itu baru modus pertama. Masih ada yang kedua. Yakni mematok dan mengukur lahan warga tanpa izin dan sepengetahuan pemilik. Padahal tak semua tahu masuk KIPP IKN.
"Tiba-tiba ada tukang patok. Meraka tanpa izin mematok di bawah rumah warga," ujarnya.
Ketiga, kompensasi harga tak sesuai dan tanaman bernilai ekonomi tidak dihitung. Artinya, hanya dihargai dari luas tanah dan bangunan saja. Yakni Rp70 ribu per meter.
"Jadi tanah warga dihitung gelondongan, bangunan dan tanah saja. Ada warga yang menawarkan Rp100 ribu per meter, tapi mereka dapat Rp70 ribu," imbuh Mareta.
Keempat, warga dipaksa menerima ganti rugi melalui pembuatan buku rekening. Jadi tidak ada mekanisme apapun selain itu.
Bagaimana jika warga menolak? Pihak otorita mengarahkan ke pengadilan untuk mengambil uang ganti rugi.
Baca Juga: Laporan Tambang Ilegal IKN Tak Digubris Polda Kaltim!
"Warga biasa, ketemu polisi enggak bawa SIM saja deg-degan, apalagi ke pengadilan. Dan pengadilannya lokasinya jauh juga," ujarnya.
Modus kelima, surat tanah tidak dikembalikan ke warga. Setelah otorita memintanya untuk didata.
"Sampai sekarang beberapa warga tidak menerima kembali surat tanahnya. Jadi tidak tahu luasnya. Mereka menguasai surat tanah itu sehingga warga tidak mampu memeriksa lagi," tutupnya.