News

Jangan Sembrono! Begini Aturan Penempatan Lampu Merah

apahabar.com, JAKARTA – Penyebab kecelakaan maut yang melibatkan truk tangki Pertamina masih terus diselidiki. Hingga saat…

Featured-Image
Traffic lights at night outdoors at sunset. (Foto: Riga, Latvia)

bakabar.com, JAKARTA - Penyebab kecelakaan maut yang melibatkan truk tangki Pertamina masih terus diselidiki. Hingga saat ini, polisi belum merilis secara resmi penyebab insiden naas tersebut.

Akan tetapi, tak sedikit yang menyorot soal penempatan lampu merah di lokasi kejadian. Penempatan lampu merah tersebut dianggap kurang strategis, bahkan tak jarang menjadi ancaman bagi kendaraan yang melintas.

Bukan tanpa alasan, sebab kontur jalanan di tempat perkara yang berlokasi di Jalan Transyogie, Jatisampurna, Bekasi, merupakan turunan panjang. Lampu merah di jalan tersebut, kabarnya, baru ditempatkan beberapa bulan yang lalu.

Keberadaan lampu merah itu sebenarnya sempat diprotes oleh warga sekitar lantaran dinilai berpotensi menimbulkan kecelakaan. Benar saja, insiden truk tangki Pertamina itu bukanlah kecelakaan yang pertama kali.

Pihak kepolisian juga mengatakan bahwa lampu lalu lintas di lokasi kejadian tidak layak beroperasi. Akibatnya, lampu merah tersebut dinonaktifkan untuk sementara waktu.

Fakta ini mungkin akan membuat Anda bertanya-tanya. Kalau memang lampu lalu lintas yang ditempatkan di turunan panjang tak layak beroperasi, lantas mengapa pembukaan lampu tersebut bisa terjadi?

Aturan pemasangan lampu merah yang tepat sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam beleid tersebut, lampu lalu lintas disebut sebagai Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL).

Adapun beleid yang mengatur soal pemasangan lampu lalu lintas dijelaskan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2014 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.

Pasal 28 menyebut bahwa penempatan dan pemasangan APILL dilakukan oleh Direktural Jenderal untuk jalan nasional, gubernur untuk jalan provinsi, bupati untuk jalan kabupaten dan desa, serta walikota untuk jalan kota.

Soal tata cara penempatan APILL, Pasal 29 menjelaskan bahwa ada sejumlah hal yang mesti diperhatikan. Di antaranya, desain geometrik jalan, kondisi tata guna lahan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, situasi arus lalu lintas, kelengkapan bagian konstruksi jalan, kondisi struktur tanah, konstruksi yang tidak berkaitan dengan pengguna jalan.

Lebih lanjut, Pasal 35 menjelaskan bahwa APILL yang dipasang pada persimpangan dan ruas jalan mesti memenuhi sejumlah aturan tertentu. Salah satunya, penempatan armatur paling rendah yang diukur dari permukaan jalanan. (Nurisma)



Komentar
Banner
Banner