bakabar.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengirim surat telegram. Isinya perintah agar polisi bijak menggunakan media sosial.
Hal itu dibeberkan Karo Wabprof Divisi Propam Polri Brigjen Agus Wijayanto. Surat telegram itu sudah dikirim sejak Oktober lalu.
Kata dia, perintah itu sebagai bentuk menjaga netralitas Polri. Terutama dalam tahapan Pemilu 2024.
"Pertama kita harus tahu rambunya dulu, UU dan Perpol (Peraturan Kepolisian) ada serta memperjelas lagi kegiatan soal (larangan) politik praktis dengan Surat Telegram Kapolri," katanya dikutip, Minggu (17/12).
Baca Juga: MPR Imbau TNI-Polri Jaga Netralitas Politik di Pemilu 2024
Ia mengaskan bahwa anggota Polri dilarang berfoto dengan capres-cawapres. Selain itu, juga tak boleh mengomentari foto pasangan calon di media sosial.
Alasannya, karena berpotensi muncul tudingan keberpihakan Polri terhadap partai politik. Atau memicu asumsi polisi ikut mempromosikan, menanggapi, menyebarluaskan gambar foto paslon via media sosial.
"Termasuk juga pose-pose foto dengan jari-jari itu, yang dulu kalau ada angkatan, entah itu bintara, perwira, itu kan ada angkatannya, itu tidak boleh," tegasnya.
Ia mengeklaim Divisi Propam Polri memiliki cara untuk melakukan berbagai upaya menjaga netralitas polisi. Bahkan berbagai video dengan menggunakan sosok "Pak Bhabin" sudah disebarluaskan untuk menjadi pengingat seluruh jajaran.
"Salah satunya preemtif, ini adalah untuk ke dalam dulu, personel Propam yang pertama adalah meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa," ujarnya.
Selain itu, kata dia, keteladanan pimpinan diutamakan dalam menjaga netralitas Polri. Dan selanjutnya ada pembekalan, plus pengarahan tentang disiplin para anggota.
"Terus membuat petunjuk kepada jajaran, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh selain ada UU, ada peraturan Perpol," tutur Agus.
Biar tahu saja. Dari klaim Agus, Propam Polri melakukan deteksi dini untuk menjaga netralitas di Pemilu 2024. Salah satunya melakukan patroli siber.
Di sisi lain, Agus juga menegaskan Propam Polri melekat melakukan pengawasan. Sehingga ketika ada tindakan represif, tim khusus untuk penanganan netralitas akan menindaklanjuti.
Sebenarnya pengawasan tak hanya pada anggota Polri. Keluarganya juga. Apalagi jika ada yang yang berkontestasi di Pemilu 2024. Semuanya sudah diatur.
"Ada caleg dari mulai dari DPRD kabupaten, provinsi sampai DPR RI kami data, sampai hari ini kurang lebih jumlahnya 1.300 lebih tentang data itu," katanya.
Baca Juga: Benny Harman: Netralitas Polri Hanya Khayalan!
Sekali lagi, sekalipun ada anggita keluarga polisi jadi peserta pemilu, anggota Polri tak boleh terlibat. Apalagi sampai menyalahgunakan fasilitas.
Lantas, apa hukuman bagi yang melanggar? Kata Agus, bakal ada gelar perkara. Untuk menentukn kategori pelanggaran.
Apabila kategori pelanggaran berat, maka diberikan sanksi setimpal. Bahkan hingga pemecatan tidak dengan hormat (PTDH).
"Bapak Kadiv Propam sudah memberikan tenggang waktu dan kami sudah diskusikan untuk pelanggaran kode etik 14 hari sudah selesai. Untuk pelanggaran ASN 7 hari setelah LP sudah selesai, ini yang kita lakukan bahwa kami betul-betul serius penanganan netralitas," tutupnya.