bakabar.com, JAKARTA – Setelah ditetapkan jadi tersangka, Edhy Prabowo lepas jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), serta jabatan Waketum Gerindra.
Sebelumnya, Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setiba di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (25/11) kemarin.
Setelah menjalani pemeriksaan intensif, Edhy bersaama enam orang lainnya akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinian ekspor benih lobster atau benur.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Edhy menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Menteri KKP dan Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra.
“Saya dengan ini akan mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum (Gerindra) juga nanti saya akan mohon diri untuk tidak lagi menjabat sebagai menteri,” kata Edhy di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020) dinihari.
Edhy mengaku bakal bertanggungjawab tindak pidana yang menjeratnya. Edhy berjanji bakal mengikuti proses hukum sesuai mekanisme yang berlaku.
“Saya yakin prosesnya sedang berjalan, saya bertanggung jawab penuh dan saya akan hadapi dengan jiwa besar,” katanya.
Dalam kesempatan ini, Edhy meminta maaf kepada orangtua, keluarga besar Gerindra dan masyarakat Indonesia.
“Ini tanggungjawab penuh saya kepada dunia dan akhirat, dan saya akan jalani pemeriksaan ini. Insya allah dengan tetap sehat, mohon doa,” katanya.
Edhy ditetapkan tersangka bersama lima orang lainnya yakni dua stafsusnya Safri dan Andreau Pribadi Misanta; pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi, staf istri Menteri KKP, Ainul Faqih dan Amiril Mukminin selaku swasta serta Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama, Suharjito.
Edhy dan lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau Pasal 12 ayat (1) huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Suharjito yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.