Kalsel

Isu Save Meratus Mencuat, Konsesi PT MCM Masih Ada di HST

apahabar.com, BARABAI – Ancaman pertambangan batu bara rupanya masih mengintai Pegunungan Meratus, benteng terakhir ekologis Kalimantan…

Featured-Image
Pegunungan Meratus di Kecamatan Batang Alai Timur HST yang termasuk wilayah konsesi PT MCM. Foto-apahabar.com-Lazuardi

bakabar.com, BARABAI – Ancaman pertambangan batu bara rupanya masih mengintai Pegunungan Meratus, benteng terakhir ekologis Kalimantan Selatan. ‘Atap’ daripada Bumi Lambung Mangkurat itu kini kembali terancam ditambang.

Teranyar, beredar fotokopi Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Tahap Pembangunan Tahun 2020 milik PT Mantimin Coal Mining (MCM).

Di lembar itu tertulis jelas alamat lokasi proyek di Hulu Sungai Tengah (HST), satu-satunya kabupaten di Kalsel yang belum terjamah tambang batu bara atau sawit.

Padahal awal tahun tadi, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan Walhi Kalsel tentang Penyesuaian Tahap Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara PT MCM menjadi tahap kegaiatan produksi di Pegunungan Meratus pada 2019 lalu. Salah satunya pada Blok Batu Tangga di Kecamatan Batang Alai Timur, HST.

Coba dikonfirmasi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup HST M Yani mengaku belum menerima laporan apapun.

“Sampai hari ini belum ada pemberitahuan ke Pemkab HST dan amdal [analisis dampak lingkungan] untuk kegiatannya juga belum ada. Kita tak tahu siapa yang membuat isu ini,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP), M Yani dikonfirmasi bakabar.com melalui sambungan WhatsApp, Senin (3/8).

Senada, dikonfirmasi bakabar.com, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono pun belum mengetahui ihwal LKPM milik PT MCM itu.

Namun jika rencana itu benar, kata Kis, maka harus dibatalkan. Sebab LKPM tersebut sudah jelas melawan hukum. Termasuk putusan dari MA.

“Putusan MA tidak dijalankan, PT. MCM malah bikin penawaran untuk membangun atau proyek,” ujar Kis melalui pesan WhatsApp, Senin (3/8).

Dia berharap PT MCM dan Kementerian ESDM menghormati putusan MA.

“Pemkab HST juga harus menolak proyek itu,” tutup Kis.

Dihubungi terpisah, Wakil Bupati HST, Berry Nahdian Forqan menegaskan posisi Pemkab sedari awal menyetujui usulan masyarakat dan para aktivis lingkungan: HST bebas dari pertambangan batu bara dan sawit.

“Kita mempertimbangkan aspek sosial dari masyarakat. Kita juga mempertimbangkan aspek lingkungan karena ini (pertambangan dan sawit) mengancam kondisi lingkungan dan berdampak pada berbagai program strategis pertanian yang ingin kita bangun di mana membutuhkan tata kelola SDA yang bagus,” tegas Berry yang pernah menjabat Direktur Eksekutif Walhi Nasional ini kepada bakabar.com, sore tadi.

Terkait LKPM yang beredar di dunia maya itu, Berry sampai saat ini belum menerima laporan masuk.

Namun hal itu, kata Berry, tidak menutup kemungkinan PT MCM bisa melakukan aktivitas tertentu. Sebab dalam putusan MA, yang dikabulkan itu terkait izin produksi bukan izin konsesi.

Artinya secara hukum, PT MCM boleh saja melakukan aktivitas non-produksi di wilayah konsesi perusahaan tambang ini. Khususnya di HST

“Kita belum pelajari ini, namun dugaan saya, karena mereka masih memiliki izin konsesi, aktivitas tertentu secara hukum dibolehkan. Ini kan izin pusat bukan dari daerah,” kata Berry.

Kendati demikian, lanjut Berry, bukan berarti Pemkab setuju. Pemkab tetap pada posisi agar HST dikeluarkan dari konsesi wilayah tambang.

Tidak hanya PT MCM namun juga perusahaan tambang-tambang lainnya.

“Pemkab HST sikapnya sangat jelas meminta, bukan hanya izin produksi yang dibatalkan tetapi izin konsesinya juga harus dibatalkan. Secara keseluruhan harus dibatalkan termasuk seluruh izin konsesi tambang di HST,” tutup Berry

Sebagai pengingat, MA mengabulkan kasasi Walhi terkait pencabutan izin tambang batu bara di Meratus, HST.

Sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta pada 22 Oktober 2018 sempat menolak gugatan Walhi.

Pada Februari 2018, Walhi mendaftarkan gugatan di PTUN Jakarta dengan tergugat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan tergugat intervensi PT MCM.

Walhi menggugat karena kekhawatiran operasi tambang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kesulitan bagi warga.

Sekitar 56% area PKP2B perusahaan tambang ini berada di bentang alam karst yang berfungsi penyalur dan penampungan air pengunungan dalam pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat sekitar.

Wilayah konsesi tambang juga tumpang tindih dengan hutan kelola masyarakat, yakni, hutan desa di Hulu Sungai Tengah yang secara resmi memiliki SK hak pengelolaan Hutan Desa (HPHD) Nateh No 2326 tertanggal 21 April 2017.

img

Salinan LKPM Tahap Pembangunan Tahun 2020 milik PT MCM yang beredar di sosmed. Foto-istimewa

img

Wabup HST, Berry Nahdian Forqan yang juga eks Direktur Eksekutif Walhi Nasional di ruang kerjanya. Foto bakabar.com-Lazuardi.

Editor: Fariz Fadilah



Komentar
Banner
Banner