bakabar.com, JAKARTA – Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menilai usulan kenaikan gaji anggota Polri senilai 8 persen takkan menghilangkan perilaku korup di tubuh Korps Bhayangkara.
“Kenaikan gaji (Polri), tidak akan serta merta mengikis perilaku korup anggota kepolisian,” kata peneliti ISESS, Bambang Rukminto kepada bakabar.com, Senin (21/8).
Baca Juga: Jokowi Usul Kenaikan Gaji Pegawai di RAPBN 2024
Bambang menambahkan bahwa mesti terdapat perbaikan sistem dan kontrol dalam mengawasi internal Polri.
“Bila tidak adanya perbaikan sistem, kontrol dan pengawasan yang ujungnya adalah perbaikan kultur,” ujarnya.
Terlebih menurutnya kenaikan gaji terhadap anggota Korps Bhayangkara tersebut bukan serta merta sebagai reward atas pelayanannya. “Jadi, bukan reward dari prestasi,” jelasnya.
Baca Juga: Gaji Polisi Naik, Kapolri Sigit Singgung Ekonomi Indonesia Bertumbuh
Kendati demikian, Bambang menjelaskan kenaikan gaji terhadap ASN maupun TNI-Polri merupakan kewajiban negara terhadap kesejahteraan aparaturnya.
“Kenaikan kesejahteraan pada aparatur negara itu adalah kewajiban negara. Selain faktor inflasi tentunya,” imbuhnya.
Menurutnya, pelayanan Polri yang belum optimal tak bisa dilekatkan sebagai alasan gaji polisi dinaikkan. “Masih minimnya pelayanan tak bisa dijadikan alasan untuk tidak menaikan gaji,” ungkap Bambang.
Baca Juga: Polda Metro Klaim Polisi Tak Pasok Senjata ke Teroris, hanya Dititipi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengusulkan kenaikan gaji sebesar 8 persen. Termasuk untuk TNI dan Polri.
Hal itu sampaikan dalam Sidang Paripurna Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. Di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8) siang.
Jokowi menjelaskan kenaikan gaji itu sebagai bentuk penunjang pelaksanaan transformasi agar berjalan efektif. Sehingga mewujudkan birokrasi pusat dan daerah yang efisien, kompeten, profesional dan berintegritas.
Namun ia menegaskan, kenaikan gaji itu harus dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas pegawai.