bakabar.com, BANJAR- Kasus Salasiah, 35 tahun, sontak membikin heboh masyarakat di Kabupaten Banjar. Pun di jagat dunia maya.
Warga Jalan Achmad Yani Kilometer 9 Kabupaten Banjar itu menjadi korban serangan king kobra. Secara medis, ia divonis meninggal dunia oleh rumah sakit setempat. Namun, pihak keluarga tak begitu saja memercayainya.
Sampai berita ini diturunkan, pantauan bakabar.com, doa dan dukungan moral dari tetangga korban masih mengalir di rumah duka.
"Kata orang pintar, tunggu sampai besok subuh dan jangan dikebumikan dulu," tutupnya.
Cek Selengkapnya: Belum Percaya Tiada, Puluhan Warga Doakan Salasiah Korban Gigitan Ular Cobra
Atom, tetangga korban menemukan Salasiah tak jauh dari kediamannya dalam keadaan tak sadarkan diri. Korban dipatuk kobra sedang mencari ikan sekitar 100 meter dari kediamannya.
Penelurusan yang ada, kasus Salasiah, serupa dengan apa yang menimpa seorang pemuda 19 tahun bernama Dewa Rizky Achmad. Ia dinyatakan meninggal dunia setelah dipatuk ular king kobra peliharaannya.
Rizky dipatuk king kobra saat melakukan atraksi di car free day Bundaran Besar Palangkaraya, pada Minggu 8 Juli lalu.
Resc Indonesia lewat koordinatornya Dr. dr. Tri Maharani MSI.SpEM Tri memberikan tips penting mengenai pertolongan pertama pada kasus gigitan ular.
King kobra menyemburkan bisa yang tergolong neurotoxin post synaptik, artinya dapat menyebar dan menyebabkan kelumpuhan otot, kegagalan nafas maupun jantung lalu bisa mengakibatkan kematian.
Jenis bisa seperti ini penanganannya harus diimobilisasi yaitu bagian yang terkena gigit sedapat mungkin tidak digerakkan agar racun tetap tinggal di tempat sampai mendapat pertolongan medis yang benar.
Cara menolong korban gigit ular dengan jenis bisa yang menyerang syaraf ini tidak boleh dengan diikat (torniquet), dikorek atau diisap karena dikhawatirkan akan menyebar ke darah dengan lebih cepat.
“Jika menghadapi kasus gigitan ular dan memerlukan panduan, segera menghubungi nomor telepon 085334030409 agar dapat memberikan pertolongan yang tepat dan kemungkinan besar bisa menyelamatkan jiwa korban,” kata ahli Badan Kesehatan Dunia (WHO) di bidang penanganan gigitan ular tersebut, dilansir Okezone Health.
Dalam kasus Rizki, dokter setempat sempat menempatkannya di ruang gawat darurat RS Doris di Palangkaraya. Dokter sudah berkonsultasi dengan Dr. Tri yang juga ketua Toksinologi Indonesia dan Resc Indonesia.
Bahkan Tri sudah mengirimkan anti-venom monovalen khusus untuk king kobra yang dibeli dari Thailand. Namun, kondisi pasien semakin memburuk karena venom sudah merusak organ tubuhnya dan kemudian meninggal sebelum anti-venom tersebut tiba.
Untuk mengantisipasi kasus serupa di masa mendatang, tim Resc Indonesia pada 13 Juli 2018 ke Palangkaraya guna memberikan pelatihan singkat tentang managemen gigitan ular pada komunitas reptil, para medis dan kalangan medis di sana dengan memakai panduan WHO 2016 untuk awam dan yang tenaga medis untuk penanganan gigitan ular.
Sejauh ini pemerintah Indonesia belum menyediakan anti-venom atau anti bisa ular jenis monovalen king kobra. Yang ada hanya bungarus fasciatus untuk ular welang, kobra juga jenis coloselesma, naja spurtatix untuk ular tanah.
“Saran saya kalau ada kejadian gigitan king kobra segera lakukan imobilisasi, jangan bergerak lalu membawa korban ke rumah sakit terdekat dan hubungi Resc indonesia untuk bantuan identifikasi dan advis terapi maupun antivenomnya,”ujar Tri.
Dia juga menganjurkan korban seperti Rizki ataupun masyarakat awam yang kerap beraktifitas di habitat ular agar mengikuti pelatihan dari resc Indonesia, mengenani penanganan kasus gigitan ular khususnya king kobra.
Sepanjang 2015 resc Indonesia sangat banyak menangani kasus serangan king kobra. Disebutkan 40 kematian karena kurang pengetahuan mengenai penangannya.
Dihimpun dari berbagai sumber
Editor: Fariz F