bakabar.com, BANJARMASIN -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh tersangka, termasuk Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin, dalam kasus dugaan korupsi berupa suap dan gratifikasi pada proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalsel.
Selain Paman Birin, tersangka lainnya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalsel Ahmad Solhan dan Kepala Bidang Cipta Karya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kalsel Yulianti Erlynah.
Lalu Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean dan bendahara Rumah Tahfidz Darussalam sekaligus pengepul uang/fee Ahmad. Kemudian dua pihak swasta Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa petang, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan, kasus itu bermula dari informasi yang diperoleh Tim Penyelidik KPK, pada Tahun Anggaran 2024 terdapat proses pengadaan barang/jasa untuk beberapa paket pekerjaan di Dinas PUPR yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan TA 2024.
Terhadap beberapa paket pekerjaan tersebut, Kepala Dinas PUPR Solhan, melalui Yulianti, melakukan plotting penyedia sejumlah paket pekerjaan sebelum proses pengadaan dilakukan melalui e- katalog.
Dari hasil penyelidikan diketahui penyedia yang diplotting sebagai pelaksana pekerjaan adalah Sugeng Wahyudi bersama Andi Susanto.
Adapun pekerjaannya adalah Pembangunan Lapangan Sepak Bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih PT WKM (Wiswani Kharya Mandiri), dengan nilai pekerjaan Rp23 miliar.
Lalu Pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT Haryadi Indo Utama (HIU), dengan nilai pekerjaan Rp22 miliar.
Kemudian Pembangunan Kolam Renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih CV Bangun Banua Bersama (BBB) dengan nilai pekerjaan Rp9 miliar.
Melansir cnnindonesia,com, Ghufron mengatakan, rekayasa pengadaan yang dilakukan agar Sugeng bersama Andi terpilih sebagai penyedia paket pekerjaan adalah berupa pembocoran HPS dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang.
"Rekayasa proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan YUD (Sugeng Wahyudi) bersama AND (Andi Susanto) yang dapat melakukan penawaran. Konsultan perencana terafiliasi dengan YUD. Pelaksanaan pekerjaan sudah dikerjakan lebih dulu sebelum berkontrak," beber Ghufron.
Atas terpilihnya Sugeng bersama Andi sebagai penyedia pekerjaan di Dinas PUPR Kalsel, menurut Ghufron, terdapat fee sebesar 2,5 persen untuk PPK dan 5 persen untuk SHB (Gubernur Sahbirin Noor).
Pada 3 Oktober 2024, KPK mendapat informasi Sugeng telah menyerahkan uang Rp1 miliar yang diletakkan di dalam kardus warna coklat kepada Yulianti atas perintah Solhan. Uang tersebut merupakan fee 5 persen untuk SHB.
Kemudian, masih atas perintah Solhan, Yulianti bersama supirnya mengantarkan uang tersebut ke Kantor Dinas PUPR Kalimantan Selatan dan menyerahkan uang tersebut kepada BYG (supir Solhan)
"Setelah itu, uang tersebut BYG sampaikan kepada Ahmad yang merupakan salah satu pihak penampung uang/fee untuk Sahbirin," beber Ghufron.
Pada 6 Oktober, tim KPK bergerak mengamankan 17 orang terkait kasus itu. Selain itu KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti. Salah satunya adalah sebuah kardus kuning dengan foto wajah "Paman Birin" berisikan uang Rp 800 juta.
Ada juga koper warna merah berisikan uang sejumlah Rp1 miliar, sebuah koper warna pink berisikan uang sejumlah Rp1,3 miliar, sebuah koper warna hijau bertuliskan YUL 3 yang berisikan uang sejumlah Rp1 miliar.
Selain itu, sebuah buah kardus bertuliskan 'atlas' berisi uang Rp1,2 miliar. sebuah kardus air mineral berisi uang Rp710 juta.
"Diduga bahwa sebuah kardus coklat berisikan uang Rp1 miliar merupakan fee 5 persen untuk Sahbirin dari Sugeng dan Andi terkait pekerjaan yang mereka peroleh, yaitu Pembangunan Lapangan Sepakbola Kawasan Olahraga Terpadu, Pembangunan Kolam Renang Kawasan Olahraga Terpadu, dan Pembangunan Gedung Samsat," kata Ghufron.
Terkait perkara tersebut, KPK menjerat para tersangka penerima suap, yakni Gubernur Sahbirin, Solhan, Yulianti Erlynah, Ahmad, Agustya Febry Andrean dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan tersangka pemberi suap, Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto, dikenai pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selanjutnya, KPK melakukan penahanan terhadap enam tersangka untuk 20 hari terhitung sejak 7 Oktober hingga 26 Oktober 2024. Sedangkan tersangka Sahbirin Noor belum ditaham.
“Terhadap empat tersangka –SOL, YUL, AMD, FEB— ditahan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas | Jakarta Timur, di Gedung KPK K4,’’ ujar Ghufron.
‘’Sedangkan tersangka YUD, dan AND di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas | Jakarta Timur, di Gedung KPK C1,” tambah dia.
Mengapa tersangka Sahbirin Noor belum ditahan?
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, Sahbirin Noor tidak dibawa ke Jakarta dan ditahan bersama enam tersangka lain karena tidak berada di lokasi operasi tangkap tangan (OTT).
"OTT ini sesuai proses jalannya uang. Pada saat itu uangnya belum terkirim kepada yang lain, baru sampai kepada AMD," ujarnya dalam konferensi pers tersebut.
Menurut Asep, KPK menetapkan status tersangka terhadap Sahbirin Noor setelah penyidik mendapat keterangan dari pihak terkait pada saat pemeriksaan tersangka lain dan para saksi.
"Jadi status tersangka SHB dari hasil pemeriksaan, bukan OTT," katanya.
Penetapan tersangka Sahbirin Noor, lanjut Asep, terjadi setelah KPK melakukan rapat ekspose perkara dugaan korupsi itu pada 6 Oktober 2024, sekitar pukul 21.30 WIB. Rapat penyidik dan pimpinan KPK itu menemukan ada cukup bukti permulaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara di Kalimantan Selatan.
Berdasarkan rapat itulah Paman Birin ditetapkan sebagai tersangka, menyusul enam orang lainnya.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menambahkan, Sahbirin akan dipanggil setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka. Jika tidak kunjung hadir, KPK akan melakukan langkah lain.
"Ya nanti kita akan lakukan prosedur pemanggilan. Tidak hadir, kita panggil kembali, maka tidak hadir lagi akan kita DPO kan. Hanya soal prosedur," tegas Ghufron (*)