bakabar.com, JAKARTA - Pemindahan ibu kota sudah bukan lagi wacana, sebab sejumlah proses sudah dimulai untuk mempersiapkan boyongan lokasi pusat negara keluar dari DKI Jakarta.
Salah satu lokasi yang sempat ditinjau oleh Presiden Joko Widodo adalah Kalimantan Tengah.
Baca Juga: Hasil Penetapan KPU Kobar, Berikut Nama Caleg Terpilih
Dilansir Antara, nampaknya, lokasi Kalimantan Tengah (Kalteng) menjadi salah satu bakal calon ibu kota yang potensial, mengingat secara geografis berada di tengah Indonesia.
Selain itu, lahan luas serta bebas dari kekhawatiran bencana seperti terlihat dalam peta kebencanaan juga menjadi penilaian tersendiri.
Kajian kelayakan mulai dilaksanakan, namun bukan hanya sekadar eloknya penampilan ibu kota nanti yang diperhatikan.
Bukan hanya desain tata kota maupun gedung atau bahkan istana negara yang masuk dalam daftar kajian. Namun lebih komprehensif. Kajian sosial juga harus diperhatikan, sebab Kalimantan beragam dengan adat budaya yang harus dijaga keberadaannya.
Berbagai suku pendatang banyak tinggal berdampingan secara harmonis di Pulau Borneo. Apabila rencana pemindahan ibu kota benar di Kalimantan Tengah maka penduduk lokal harus menjadi fokus utama kajian sosial agar tidak terpinggir dan menjadi gejolak sosial.
Dukungan
Informasi bahwa Kalteng menjadi salah satu tujuan calon ibu kota nampaknya sudah sampai di telinga masyarakat adat Kalimantan, khususnya warga dayak.
Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng, Andrie Elia Embang secara tegas menyatakan dukungan atas rencana pemerintah tersebut.
“Bahwa seluruh masyarakat adat Dayak menyambut baik pemindahan ibu kota menuju ke Kalimantan Tengah. Ini catatan penting kepada pemerintah bagi masa depan Indonesia,” kata Elia Lembang.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Kalteng dipastikan aman dari gangguan masyarakat adat, asalkan tidak diganggu kehidupannya serta diperhatikan keberadaannya.
Elia mangatakan Kalteng bebas dari gangguan bencana, itu merupakan anugerah Tuhan dan memiliki arti adalah wilayah yang suci.
Mengenai kebakaran hutan, tidak selamanya akibat ulah masyarakat lokal. Seperti saat musim kemarau dan Kalimantan memiliki lahan gambut, sehingga gesekan ranting dan daun kering mudah membakar apa saja.
Ia berharap pembangunan masyarakat adat Dayak diperhatikan mulai dari sektor pendidikan, kemudian sektor kesehatan harus ditingkatkan dan kesejahteraan ekonomi harus diberi bekal dari pemerintah, karena akan banyak pendatang datang ke Kalteng nantinya.
Gejolak
Tidak serta merta keseluruhan masyarakat adat mendukung. Masih ada yang mempertanyakan kebijakan pemerintah selama ini, walau bukan berarti penolakan tegas.
Ketua Panitia Napak Tilas Tumbang Anoi, Dagut H Djunas menganggap selama ini pemerintah kurang peduli dengan keberadaan masyarakat adat, khususnya di Kalimantan.
“Selama ini sumber daya alam kita banyak menyumbang keuntungan bagi pemerintah pusat, tapi mana timbal baliknya, bahkan kami mengambil emas di tanah kami sendiri saja tidak bisa,” kata Dagut.
Pada dasarnya Dagut mendukung apapun keputusan pemerintah asalkan untuk kebaikan NKRI, sebab ia juga percaya, dulu Presiden Soekarno memprediksi Palangkaraya sebagai calon ibu kota negara pasti ada pertimbangan yang matang.
“Kami dukung, kalau pun warga dayak dijadikan Menteri dalam kabinet kami juga siap, suku dayak juga punya banyak keahlian, hanya saja selama ini kurang diperhatrikan sama pemerintah, mana? Satu pun belum ada yang pernah jadi menteri, bahkan sejak merdeka,” tegasnya.
Setidaknya sumber daya alam yang ada di Kalimantan harus dapat dimaksimalkan untuk kepentingan masyarakat lokal.
Dagut menginginkan agar tidak mengubah terlalu banyak susunan tata kota dasar Kalimantan jika jadi dibangun pusat-pusat pemerintah.
Selain itu, pemerintah daerah juga harus membantu memberikan sosialisasi serta memberikan fasilitas pengembangan kemampuan sumber daya alam bagi masyarakat asli, sebab akan banyak pendatang atau investor yang akan masuk ke Kalimantan dan baiknya memberikan dampak positif bagi warga asli.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan bahwa rencana pemindahan Ibu Kota Negara RI ke lokasi yang baru sudah masuk ke dalam rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Masalah pemindahan ibu kota ke lokasi baru ini sudah masuk ke dalam RPJMN 2020-2024, nanti ketika sudah jelas kapan dimulai pelaksanaannya, tentunya akan kita lakukan penyesuaian pada RKP di tahun yang bersangkutan. Tapi yang pasti sudah masuk RPJMN untuk lima tahun mendatang,” ujar Bambang.
Sesungguhnya, masalah pemindahan ibu kota ini sudah menjadi bagian dari strategi jangka panjang. Tujuan utamanya untuk mengurangi beban Jakarta dan menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis, keuangan dan ekonomi yang berskala regional dan internasional.
“Kedua, memberikan kesempatan kepada daerah di luar Pulau Jawa untuk bisa berkembang lebih cepat, sehingga pemerataan antara Jawa dan luar Jawa yang saat ini cukup tajam bisa diatasi,” kata Bambang.
Pemerintah telah memilih untuk membangun ibu kota baru pemerintahan di luar Pulau Jawa mengingat beban di DKI Jakarta yang semakin bertambah, karena harus berperan sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat ekonomi dan bisnis.
Beban peran ganda itu membuat pusat mobilitas penduduk berhilir ke DKI Jakarta yang menyebabkan ketimpangan antara kemampuan sistem transportasi untuk memenuhi permintaan konektivitas seluruh penduduk di Jakarta dan semua kota penyangga Jakarta.
Sebelumnya Bambang Brodjonegoro mengungkapkan estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru seluas 40.000 hektar di luar Pulau Jawa sekitar Rp 466 triliun.
Baca Juga: Datun-Mustafa Siap Bersaing Rebut Ketua KNPI Barut
Sumber: Antara
Editor: Aprianoor