bakabar.com, JAKARTA - Bisnis pakaian bekas impor jadi momok industri dalam negeri. Kementerian Koperasi dan UKM pun bersikap.
Mereka meminta agar pengusaha pakaian bekas impor mulai menyetop penjualannya. Demi keberlangsungan industri lokal.
"Kami berkomunikasi dengan UKM penjual (pakaian bekas) untuk mengalihkan kegiatannya. Atau menjual produk legal produksi dari dalam negeri," kata Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Hanung Harimba Rachman, Rabu (20/9).
Baca Juga: MenKopUKM Apresiasi Pemberantasan Pakaian Bekas Ilegal di e-Commerce
Pernyataan itu ia ucapkan saat pemusnahan pakaian bekas impor di tempat pengolahan PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kata dia, Kemenkop UKM punya program. Mempertemukan pelaku usaha yang selama ini menjual pakaian bekas impor dengan pihak industri dalam negeri.
Dengan begitu, pelaku usaha bisa bermitra dengan industri. Dan beralih menjual pakaian-pakaian baru dan legal.
Upaya itu dilakukan untuk menyelamatkan industri dalam negeri. Khususnya di bidang garmen yang jumlah tenaga kerjanya mencapai satu juta orang di Indonesia.
Sekali lagi, kata Hanung industri dalam negeri harus diutamakan dibanding mengimpor. Apalagi yang didatangkan berupa barang bekas.
Baca Juga: Larangan Impor Pakaian Bekas, Ekonom: Kualitas Lokal Harus Lebih Bagus
"Tentunya kita tidak ingin mengimpor terus, menggunakan pakaian bekas. Jadi negara yang menggunakan pakaian bekas, tempat penjualan sampah tentunya bukan itu yang diharapkan," tutupnya.
Biar tahu saja. Sejak September 2019 hingga kini, sudah ada 18.005 balls seberat 49.104 kilogram pakaian bekas impor yang dimusnahkan. Data itu dicatat oleh Kementerian Perdagangan.
Di Indonesia, sebenarnya ada sejumlah aturan yang melarang penjualan pakauan bekas impor. Seperti UU Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Pelakunya bisa dikenakan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp5 miliar.