Hot Borneo

Industri Ekstraktif Picu Krisis Iklim Hingga Ancam Petani dan Nelayan Kalsel

Salah satu krisisnya disebabkan oleh aktivitas industri ekstraktif dan bermuara pada perubahan iklim global.

Featured-Image
Peringatan Hari Pangan Se Dunia di Simpang Empat Banjarbaru, Minggu (16/10). Foto-Walhi Kalsel untuk apahabar.com

bakabar.com, BANJARBARU - Industri ekstraktif dinilai salah satu pemicu krisis iklim hingga ancam petani dan nelayan Kalsel. 

Sebagaimana diketahui, petani dan nelayan Kalsel merupakan salah satu poin utama kedaulatan pangan di Banua.

Namun terancam adanya krisis iklim yang dipicu industri ekstraktif dan bermuara pada perubahan iklim global.

"Ini yang menjadi ancaman besar terhadap para petani dan nelayan kecil yang senantiasa menyediakan pangan kepada kita semua," papar Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Minggu (16/10).

Bersama jaringan masyarakat sipil peduli lingkungan lainnya, Walhi Kalsel menyuarakan ancaman itu lewat aksi di Bundaran Simpang Empat, Banjarbaru, Minggu.

Aksi damai itu dilakukan dalam rangka memperingati Hari Pangan Se Dunia. Kisworo menyebut, momen Hari Pangan Se Dunia ini jelas penting, karena bukan hanya sekedar seremonial.

Akan tetapi kata dia, sebagai bentuk keprihatinan pada nasib pangan yang kian hari terhimpit industri ekstraktif seperti pertambangan dan perkebunan monokultur besar berupa sawit.

Jaringan sipil ini kata dia, tergabung dari beberapa elemen yaitu Walhi, Lingkar Studi Ilmu Sosial Kerakyatan (LSISK), Sahabat Walhi, Lingkar Hijau Indonesia, Mapala Graminea, dan Mapala Apache, Mahasiswa, gerakan kolektif serta beberapa masyarakat sipil lainnnya.

"Kami menilai kebijakan pangan di Kalsel seperti dikesampingkan, terlebih lagi dengan alasan iklim investasi," ketus Kisworo.

Padahal secara umum Kalsel punya catatan buruk, salah satunya tingkat stunting yang cukup tinggi di tengah eksploitasi besar-besaran tambang batu bara dan sawit.

Semestinya, jika kesejahteraan itu dapat diukur dengan eksploitasi sumber daya alam, Kalsel menjadi urutan pertama yang rendah stunting.

"Nyatanya itu tidak terbukti dengan banyaknya riset dan kajian soal stunting," ujarnya.

Menurutnya, kebijakan terkait pertanian pun belum jelas secara kewilayahannya atau posisi lahan pertanian yang sampai sekarang tidak jelas di mana lokasi lahan pertanian berkelanjutan.

Berbanding terbalik dengan ekspansi wilayah pertambangan batu bara dan sawit yang menyandera lebih dari 50 persen wilayah Kalsel dengan total luasnya 3,7 juta hektare.

"Indonesia dan Kalsel harusnya menjadi potret kedaulatan pangan, artinya semakin sedikit kita impor semakin tinggi juga daya produksi pangan kita," timpalnya.

Selain itu, kebutuhan pokok masyarakat terkait gizi akan selalu terpenuhi tanpa ada rasa takut akan dampak stunting.

“Pangan merupakan hidup matinya suatu Bangsa. Selamatkan Lahan Untuk Pangan," imbuh Kisworo.

Karena itu ujar Kisworo, Walhi Kalsel bersama jaringan masyarakat sipil membuat pernyataan sikap sebagai berikut:

1. Mendesak Pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik pertanian dan perkebunan warga dengan perusahaan perusak lingkungan yang menyebabkan rusaknya lahan kelola rakyat.

2. Mendesak pemerintah untuk menurunkan harga pupuk dan segala macam obat baik pertanian maupun perkebunan serta memberikan akses yang mudah kepada petani.

3. Mendesak Gubernur Kalimantan Selatan untuk membuat regulasi yang jelas mengatur harga jual bahan pangan hasil dari perkebunan dan pertanian yang berpihak kepada para petani.

4. Mendesak pemerintah untuk melakukan perbaikan dan pemulihan kepada para petani yang lahannya terdampak bencana alam atau pun bencana yang dibuat oleh perusahaan perusak lingkungan.

5. Mabes Polri dan Kapolda Kalsel harus segera melakukan penegakan hukum terhadap perusak lingkungan, khususnya pertambangan dan perkebunan sawit, dan kejahatan lingkungan yang menimbulkan kerusakan pada lahan masyarakat.

6. Mendesak pemerintah untuk berkomitmen dan melaksanakan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas bahan pangan.

7. Pemerintah harus Menghentikan izin baru pada korporat perusak lingkungan, izin sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan yang berakibat pada kelangkaan bahan pangan.

8. Perbaikan dan pemulihan kerusakan lingkungan termasuk sungai, drainase, jalan dan infrastruktur lainnya dan terkhusus lahan-lahan persawahan yang rusak akibat banjir.

9. Mengevaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk pro terhadap lingkungan dan kedaulatan pangan.

Baca Juga: Pemicu Jalan Longsor di Satui Tanbu, Walhi Kalsel Soroti Kejahatan Lingkungan

Editor


Komentar
Banner
Banner