bakabar.com, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan Indonesia termasuk negara yang berhasil pulih dari tiga krisis penting dunia, yaitu krisis moneter tahun 1998, krisis keuangan global 2008, dan pandemi COVID-19.
“Indonesia termasuk sedikit negara yang, sesudah mengalami tiga kali krisis dan belajar dari krisis, kita bisa pulih dan mengelola krisis dengan baik,” kata Sri Mulyani dalam kegiatan Indonesia Data and Economic Conference Katadata di Jakarta, Kamis (20/7).
Menurut Menkeu, keberhasilan itu disebabkan kemampuan Indonesia dalam membaca data dan belajar dari pengalaman.
Indonesia, sebagai negara, selalu berusaha hadir dalam setiap krisis. Hal itu terefleksikan dalam krisis 1998 ketika negara melakukan penagihan terhadap sektor keuangan yang hampir runtuh. Negara juga hadir mengelola dan menstabilkan suasana global saat krisis keuangan 2008. Kemudian, seluruh instrumen negara aktif berkontribusi dalam menangani pandemi COVID-19.
Baca Juga: Generasi Muda, Menkeu Ingatkan Pintar Baca Data untuk Kemajuan Negara
“Jadi, kalau ada krisis, pasti keuangan negara mendapat peran. Maka dalam krisis itu, kami selalu menempatkan keuangan negara sebagai instrumen utama,” ujar Menkeu.
Kesiapan instrumen keuangan negara dalam mengantisipasi krisis akan terus dilanjutkan ke depannya. Bendahara negara itu menjelaskan Indonesia telah belajar dari berbagai krisis keuangan yang terjadi sebelumnya, terutama terkait sektor perbankan.
Contoh upaya yang dilakukan Indonesia adalah penyempurnaan regulasi di sektor perbankan dan mengembangkan sektor keuangan bukan bank, seperti asuransi dan dana pensiun.
Baca Juga: Aksi Lintas Negara, Menkeu: RI Berantas Kejahatan Bidang Keuangan
Keberhasilan Indonesia dalam mengelola krisis, sambung Menkeu, dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bisa tumbuh di atas 5 persen selama enam kuartal berturut-turut.
Selain itu, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sempat melampaui 3 persen karena pandemi COVID-19, berhasil diturunkan ke bawah 3 persen pada 2022. Capaian tersebut di bawah amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang menetapkan batas defisit APBN perlu kembali ke bawah 3 persen per tahun 2023.
“Ini adalah konsolidasi fiskal yang tercepat,” kata Menkeu.