bakabar.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) membeberkan tiga jurus jitu kepada pemerintah untuk menghadapi fenomena El Nino yang diprediksi akan terjadi pada Agustus tahun ini.
Berdasarkan pengalaman di tahun 2015, El Nino berpotensi menyebabkan kekeringan dalam skala luas, kebakaran hutan dan lahan, hingga berdampak pada turunnya produksi hasil pertanian.
Untuk mengantisipasi hal itu, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengungkapkan sejumlah langkah yang bisa ditempuh. Pertama, pemerintah perlu membuat prediksi terkait lama waktu, serta daerah mana saja yang berpotensi terkena El Nino.
“Pemerintah harus punya bayangan El Nino terkait lama waktunya, lalu pada wilayah mana saja yang akan terkena. Kalau sudah dapat datanya baru bicara terkait komoditasnya,” ujar Tauhid kepada bakabar.com di Jakarta, Kamis (27/4).
Baca Juga: El Nino Hantam Indonesia, Indef: Inflasi Pangan Pasti Naik
Nantinya, prediksi itu yang akan digunakan oleh pemerintah dalam menyusun sejumlah strategi pengamanan komoditas yang berpotensi mengalami penurunan produktivitas.
Melalui data tersebut pemerintah juga dapat menentukan apakah akan dilakukan kegiatan impor, atau hanya memanfaatkan cadangan pangan dalam negeri.
Hal berikutnya adalah pemenuhan terkait kebutuhan air. Pemerintah harus bisa memastikan tersedianya kebutuhan air yang diperlukan oleh petani dalam melaksanakan usaha taninya.
“Kedua pemerintah memberikan sejumlah bantuan kepada para petani atau produsen terkait infrastruktur untuk memastikan lahan pertnian atau perkebunan tetap teraliri air,” jelasnya.
Baca Juga: Agustus Indonesia Diprediksi Alami El Nino, Begini Langkah Bapanas
Berhubung fenomena El Nino menyebabkan kekeringan dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Untuk itu perlu dipikirkan apakah ketersediaan air atau kecukupan air akan berdampak terhadap penurunan produksi pangan.
Jika dibiarkan, penurunan produksi pangan akan menyebabkan kelangkaan stok pangan yang memang sangat dibutuhkan masyarakat. Kelangkaan produk pangan juga akan mengakibatkan kenaikan harga komoditas yang berimbas pada inflasi di sektor pangan.
“Jangan sampai kekeringan itu terlampau parah, jadi kalau kekeringan parah akan sulit. Kalau kekeringan terlanjur parah pemenuhan kebutuhan untuk air bersih bisa sulit, apa lagi untuk lahan pertanian,” terang Tauhid.
Ketiga, pemerintah perlu membangun sejumlah infrastruktur yang akan mendorong lahan pertanian dan perkebunan tetap berproduksi. Infrastruktur itu meliputi bibit dan pola tanam yang adaptif. Hal itu akan bermanfaat sebagai langkah antisipasi di saat kekeringan melanda.
“Pemerintah harus mencari sejumlah benih pengganti padi atau komoditas lainnya yang dapat berproduksi di tengah kekeringan,” katanya.
Baca Juga: El Nino Diprediksi Agustus, Luhut Minta Semua Pihak Bersiap
Terakhir, pemerintah diminta membentuk sistem respons untuk meningkatkan kecepatan dalam penanganan di daerah-daerah terdampak. Sistem respons biasanya akan berhubungan dengan pendanaan yang diperuntukan sebagai bantalan dalam penanganan bencana.
Harapannya dengan pendanaan itu, petani tetap bisa bertahan sembari berproduksi di tengah kekeringan. “Karena dampak El Nino itu sangat besar, sehingga dana untuk bencana sangat perlu dan pasti banyak orang kesulitan,” ucap Tauhid.
Selain itu, ia mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru memutuskan untuk melakukan impor. Pemerintah harus selalu mengutamakan komoditas pangan yang diproduksi dari dalam negeri.
“Strategi impor pangan harus ditetapkan sebagai opsi terakhir bila penanganan pangan dalam negeri semakin sulit dilakukan,” pungkasnya.