bakabar.com, MARABAHAN - Dirasa belum maksimal, Pemkab Barito Kuala (Batola) mengincar tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Sungai Barito.
Diketahui Batola sudah menerapkan wajib pandu sejak 1 September 2015. Kegiatan ini ditangani PT Pelabuhan Barito Kuala Mandiri (PBKM).
Perusahaan dengan sebagian saham dimiliki Pemkab Batola tersebut, telah mendapat izin sesuai SK Menteri Perhubungan No.KP 14 tertanggal 17 Januari 2012.
Namun sejatinya masih banyak potensi PAD yang dapat digarap Batola dari lalu-lalang tongkang pengangkut batu bara, selain pelayanan pandu.
Inilah yang memantik Penjabat Bupati Batola, Mujiyat, menggandeng PT PBKM dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Banjarmasin untuk menggelar rapat koordinasi, Rabu (15/3).
Dari pertemuan tersebut, ditemukan salah satu peluang yang berpotensi digarap Batola, sesuai Peraturan Menhub Nomor 57 Tahun 2015 Tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal, serta Keputusan Menhub Nomor KM 24 Pasal 1 Ayat 1 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Pemanduan.
"KSOP diberikan amanah oleh negara untuk mengamankan lalu lintas perairan Sungai Barito," papar Agustinus Maun, Kepala KSOP Kelas I Banjarmasin.
"Melihat intensitas lalu lintas dan risiko pelayaran di bawah Jembatan Rumpiang, kami menyarankan ketersediaan layanan tunda, selain layanan pandu," imbuhnya.
Pelayanan tambahan tersebut sekaligus akan melindungi Jembatan Rumpiang sebagai objek vital, "Apalagi sudah beberapa kali fender jembatan ditabrak tongkang," beber Agustinus.
Baca Juga: Fender Rumpiang Sering Ditabrak, Bupati Batola Berang
Baca Juga: Tabrak Fender Jembatan Rumpiang, Siap-Siap Disanksi
Terkait potensi PAD, Agustinus meyakini bahwa layanan tunda akan memberi pemasukan yang cukup besar.
"Samarinda telah menerapkan layanan tunda untuk setiap kapal yang akan melewati Jembatan Mahakam," urai Agustinus.
"Untuk sebuah kapal, layanan tunda yang dikenakan sebesar Rp15 juta. Bisa dibayangkan PAD yang diterima, seandainya 30 kapal melintas per hari," tambahnya.
Namun demikian, pengaplikasian layanan tunda tersebut tidak semudah membalik telapak tangan.
Salah satunya harus disepakati dahulu oleh Indonesian National Shipowners' Association (INSA), sebelum disahkan Kementerian Perhubungan.
Terlebih sebagai pengingat, jasa pemanduan PT PBKM sempat mengalami pasang surut. Penyebabnya pengguna jasa pandu yang tergabung dalam INSA, enggan dipandu ketika melalui perairan wajib pandu.
Di sisi lain, terdapat biaya operasional yang tidak sedikit. Berkaca dari layanan tunda di Samarinda, perolehan Rp13,5 miliar per bulan dari 30 kapal yang dilayani setiap hari, sedianya bukan laba bersih.
"Terdapat biaya operasional yang diperhatikan, terlebih kalau kapal tunda diperoleh dengan menyewa," tukas Joko Sumitro, Kabag Pemerintahan Setda Batola.
KSOP sendiri mensyaratkan PT PBKM menyediakan minimal 3 kapal tunda, baik milik sendiri maupun sewa.
"Kemudan INSA juga harus bersepakat, sebelum pelayanan tunda disahkan oleh Kemenhub," imbuh Joko yang juga mantan Sekretaris Dinas Perhubungan Batola ini.
Namun melihat potensi PAD yang dihasilkan, Mujiyat menginstruksikan agar Dishub Batola dan PT PBKM untuk segera menyiapkan syarat-syarat yang diperlukan.
"Selain untuk menjaga Jembatan Rumpiang dan meningkatkan PAD, layanan pandu dan tunda ini juga berpeluang membuka lapangan kerja baru," tegas Mujiyat.
Baca Juga: Lagi, Pelindung Jembatan Rumpiang Disenggol Tongkang Batu Bara
Baca Juga: Viral Aksi Anggota Satlantas Batola Gagalkan Percobaan Bunuh Diri di Jembatan Rumpiang