Hot Borneo

Imbas OTT, Pemkab HSU Jadi Bulan-bulanan di Hadapan Wakil Ketua KPK

apahabar.com, BANJARMASIN – Apa yang ditanam, itu yang dipetik. Peribahasa tersebut mungkin pantas menggambarkan kondisi Pemerintah…

Featured-Image
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron usai menghadiri rakor pemberantasan korupsi di Mahligai, Banjarmasin, Kamis (17/3). Foto-foto: apahabar.com/Riki

bakabar.com, BANJARMASIN – Apa yang ditanam, itu yang dipetik. Peribahasa tersebut mungkin pantas menggambarkan kondisi Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara (Pemkab HSU) saat ini.

Daerah berjuluk Kota Itik panen sorotan dalam rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintegrasi pemerintah daerah di Provinsi Kalimantan Selatan, Kamis (17/3).

Kegiatan yang digelar di Gedung Mahligai Pancasila Banjarmasin itu turut dihadiri Wakil KPK RI, Nurul Ghufron serta seluruh kepala daerah Kalsel.

Hasil survei yang dikantongi KPK, HSU memang mendapat penilaian cukup buruk dari berbagai indikator.

SPI atau survei penilaian integritas menunjukkan skor HSU hanya 64,92. Angka itu paling rendah dibanding 13 Pemda lain di Kalsel.

Capaian Monitoring Centre for Prevention (MCP) untuk HSU 2021 juga tercatat sebagai yang terendah di Kalsel. Indeksnya hanya 68,57.

MCP merupakan monitoring capaian kinerja program koordinasi. Dan supervisi pencegahan korupsi (korsupgah). Yang dilaksanakan pemerintah daerah di seluruh Indonesia, serta meliputi delapan area intervensi.

Ke delapan area intervensi program MCP tersebut, terdiri dari perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa. Serta perizinan, pengawasan APIP, manajemen ASN, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah. Dan tata kelola keuangan desa.

Tidak selesai sampai di situ, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) HSU pada 2021 masih jauh dari harapan.

Data menyebut penyampaian LHKPN HSU hanya 26,47 persen. Terendah nomor dua setelah Kabupaten Balangan.

Masalah juga terjadi di tingkat legislatif. Versi yang sama menunjukkan penyampaian laporan harta kekayaan masih nol persen. Sama dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).

Berbagai indikator itu, membuat HSU masuk zona merah KPK bersama Hulu Sungai Tengah.

Tentu, sederet hasil buruk di atas tidak lepas dari skandal suap-gratifikasi yang diungkap KPK usai menangkap Bupati nonaktif Abdul Wahid, akhir tahun tadi.

Abdul Wahid sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 18 November 2021. Ia diduga kuat memerintahkan serta ikut menerima komitmen fee senilai puluhan miliaran rupiah di sejumlah proyek irigasi di Dinas PUPRP HSU.

"Survei tersebut dinilai langsung oleh masyarakat. MCP dan SPI sebagai gambaran kondisi di lapangan. Bila MCP-SPI rendah, memang sesuai faktanya, terbukti ada OTT," singgung Nurul Ghufron.

Menurutnya, MCP dan SPI sudah sesuai korelasi. Ghufron berkata MCP bakal tercapai bila Pemda berkomitmen mewujudkan lingkungan yang bersih dari korupsi.

"Walaupun MCP dilaksanakan, tetapi tidak komitmen untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraannya, MCP itu tidak akan menghindari korupsi," jelasnya.

Pemda yang masih jauh dari harapan diminta agar segera berbenah. Menurut Ghufron, masalah ini menjadi tantangan bagi pemangku kebijakan ke depan.

Sementara Plt Inspektur Kabupaten HSU, Fahrudin beralasan hasil itu terjadi lantaran tak ada antisipasi dini, baik dari eksekutif hingga legislatif.

"Sebelumnya nilai indikator itu tidak seperti yang sekarang," ucapnya, di hadapan seluruh forum rakor.

Meski begitu, ia mengakui bahwa seluruh pihak di lingkup Pemkab HSU mesti segera berbenah. Menurutnya tak ada kata terlambat dalam perbaikan.

Meluruskan Benang Kusut

img

Wakil Bupati HSU Husairi Abdi dalam rakor pemberantasan korupsi KPK di Mahgligai, Banjarmasin.

Usai ditangkap, Abdul Wahid banyak meninggalkan lubang pekerjaan rumah di Pemkab HSU. Sehingga Plt Bupati Husairi Abdi hanya ketiban sisanya.

Banyak tambal sulam yang mesti dilakukan Husairi dalam sisa waktu jabatan kurang lebih 7 bulan.

Ia mengklaim sejauh ini sudah banyak yang dibenahi. Misalnya, soal pengisian definisi jabatan tinggi.

"Saat ini tersisa sekitar sepuluh posisi yang kosong, dalam waktu dekat akan segera kami lakukan rekrutmen tahap dua," ucapnya terpisah dihubungi bakabar.com, Kamis (17/3).

Husairi mengakui memang hasil penilaian KPK itu tidak lepas dari apa yang sedang terjadi di lingkungan Pemkab HSU, terutama soal OTT.

Meski sejatinya ia kala itu menjabat sebagai wakil bupati, namun Husairi blakblakan mengakui tidak mendapat kewenangan.

"Wabup hanya membantu bila Bupati memerlukan. Sebelumnya memang aku tidak ada kewenangan terkait rekrutmen kepegawaian hingga pengadaan," ujarnya.

Kendati sudah masuk daftar merah lembaga antirasuah, Husairi tetap yakin berbenah. Ia siap memberi kebebasan para pegawai untuk mengembangkan kreatifitas.

"Aku ingin pegawai bekerja dengan gembira dan senang, asalkan dengan catatan tugas pokok dikerjakan," pungkasnya.

Komentar
Banner
Banner