bakabar.com, BANJARMASIN – 15 Februari 2022, Undang-Undang (UU) Provinsi Kalimantan Selatan disahkan begitu saja oleh DPR RI. Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina kaget, sebab beleid itu mencantumkan poin pemindahan ibu kota.
Praktis, ibu Kota Kalimantan Selatan berpindah dari Banjarmasin menjadi Banjarbaru. Ibnu pun meradang lantaran sama sekali tak pernah dilibatkan. Sejumlah upaya disiapkan, salah satunya judicial review.
Rencana pemindahan ibu kota Kalsel sebenarnya bukan hal baru bagi wali kota Banjarmasin dua periode ini. Periode 2005-2010, Ibnu pernah menjabat Ketua Komisi 1 DPRD Kalsel.
Pada 2008, DPRD Kalsel menggelar sebuah rapat paripurna. Salah satu poin membahas rencana pemindahan ibu kota ke Banjarbaru sesuai visi misi Rudy Ariffin-Rosehan NB (2R) pasangan gubernur-wakil terpilih hasil Pilgub 2005.
Saat itu, nyaris seluruh anggota DPRD Kalsel sepakat atas usulan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diusulkan Pemprov Kalsel. Hanya Fraksi Golongan Karya (Golkar) yang menolak.
Golkar, seperti dikatakan oleh Puar Junaidi, menolak lantaran anggaran pemindahan ibu kota terlampau besar. "Karena untuk melakukan pemindahan ibu kota perlu anggaran banyak. Sedangkan saat itu anggaran terbatas hanya sekitar Rp4 triliun," kata pria yang kini menjabat Staf Ahli DPRD Kalsel itu.
Paripurna 2008 kala itu cukup alot. Terlebih hanya Fraksi Golkar yang menolak rencana pemindahan ibu kota Kalsel. Sementara, kata Puar, mayoritas legislator di Rumah Banjar saat itu setuju ibu kota segera dipindah, satu di antaranya adalah Ibnu Sina.
Dulu setuju, namun sekarang menolak pemindahan ibu kota Kalsel ke Banjarbaru. Lantas apa alasan Ibnu Sina? Ibnu akhirnya buka-bukaan.
"Itu dinamika saat itu. Kalau sebelum itu ada yang setuju dan tidak setuju, itukan hal yang biasa," ujarnya kepada bakabar.com, di Balai Kota Banjarmasin, Rabu (2/3).
Ibnu menyebut usulan pemindahan ibu kota provinsi mencuat di era 2R. Namun pada akhirnya pembicaraannya bukan pemindahan ibu kota, melainkan alih fungsi lahan Banjarbaru jadi perkantoran Pemprov Kalsel.
"Ketika masuk di dewan, kita sepakat bahwa yang dipindah itu adalah pusat perkantoran," ucapnya.
Dalam artikel milik Barito Post, Jumat 8 Agustus 2008, Ibnu Sina berkata persetujuan anggaran multiyears pembangunan pusat perkantoran Pemprov Kalsel di Banjarbaru sebagai tahap awal merealisasikan pemindahan ibu kota.
Pernyataan itu keluar saat Ibnu menggelar dialog bersama sejumlah LSM-OKP; bahwa persetujuan dewan tentang pemindahan pusat perkantoran ke Banjarbaru merespons Visi-Misi 2R.
Ibnu meluruskan bahwa terdapat sejumlah kalimat yang belum ditulis dalam artikel lawas milik Barito Post tersebut.
"Bahwa untuk memindah ibu kota itu bukan hal yang gampang, karena harus merubah UU," tegasnya sekarang.
Bahkan usulan tersebut telah diformalkan dalam RPJMD. Namun catatannya, hanya memindah pusat perkantoran Pemprov Kalsel ke Banjarbaru bukan ibu kota provinsi.
"Itu sudah jadi kesepakatan dewan provinsi," tuturnya.
Menurutnya konsep rancangan RPJMD kala itu sudah sangat tepat dilakukan oleh DPRD Kalsel.
"Perkantoran di Banjarbaru untuk mengurangi beban Banjarmasin, oke sepakat. Kemudian ibu kota tetap di Banjarmasin," pungkasnya.
Ya di tengah perjalanan, visi misi 2R mengalami penyesuaian setelah mendapat masukan dari DPRD Kalsel. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, disepakati hanya ada pemindahan ibu kota pemerintahan ke Banjarbaru, sementara ibu kota tetap Banjarmasin.
Hal itu dibenarkan oleh Rosehan. Rosehan sendiri berdiri di barisan pihak yang menolak pemindahan ibu kota Kalsel ke Banjarbaru.
“Pusat perkantoran berada di Kota Banjarbaru, sementara ibu kota provinsi tetap di Kota Banjarmasin,” ujar Rosehan kepada bakabar.com, baru tadi.
Ibnu Siapkan JR
Seperti diketahui, pemindahan ibu kota provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Banjarbaru terus menuai polemik.
Langkah senyap perancangan tanpa melibatkan pihak terkait seperti Pemkot Banjarmasin, misalnya, merupakan satu-satunya alasan mendasar.
Meski begitu, wacana pemindahan ibu kota Kalsel sejatinya bukan hal baru. Usul pernah mencuat pada era Gubernur Kalimantan dr M Moerdjani tahun 1950-an.
Kala itu, Banjarmasin sudah dianggap tak layak lagi menjadi ibu kota provinsi. Tanah rawan dan potensi banjir yang besar menjadi alasan utamanya.
Puar Junaidi berkata satu dekade lalu memang tak memungkinkan bila ibu kota Kalsel 'dipaksa' pindah.
"Kegiatan pembangunan lain bakal terbengkalai bila saat itu terfokus pada pelaksanaan pemindahan ibu kota," ujarnya.
Alhasil, status ibu kota Kalsel tak jadi langsung dipindah. 13 tahun berselang, pemindahan ibu kota ke Banjarbaru tak lagi sekadar wacana. UU Provinsi resmi disahkan DPR RI sejak 15 Februari 2022.
Kini Puar berdiri di barisan yang setuju pemindahan ibu kota."13 tahun setelah itu, artinya pemindahan ibu kota Kalsel sah-sah saja," ungkap politisi Golkar itu, baru tadi. "Mungkin, hanya prosedurnya yang mesti dipertanyakan. Sudah sesuai atau belum," sambungnya.
Jika Puar kini setuju, lain halnya dengan Ibnu Sina. Ibnu kini menjadi sosok terdepan yang menolak pemindahan ibu kota ke Banjarbaru.
“Inikan prosesnya sepihak, kami tidak pernah dilibatkan,” ujar Ibnu Sina menanggapi UU Provinsi.
Menurut Ibnu, keputusan DPR dan pemerintah pusat mengesahkan UU Provinsi saat ini hingga memindahkan ibu kota Kalsel adalah keputusan tiba-tiba.
"Kami merasa tidak pernah ditanya, makanya saya bertanya ini aspirasi siapa," ujar Ibnu.
Ibnu bahkan berencana menggugat UU Provinsi Kalimantan Selatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Objek gugatan adalah Pasal 4 yang mencantumkan ibu kota Kalsel adalah Banjarbaru.
Skema gugatan, pertama adalah Ibnu atau Pemkot selaku penggugat. Skema kedua, adalah warga sebagai penggugat.
Gugatan warga akan dimotori oleh advokat dari Borneo Law Firm (BLF), Muhammad Pazri. Masyarakat yang keberatan dipersilakan memberikan kuasa ke BLF.
Lantas, sudahkah ada warga yang memberi kuasa ke BLG? Pazri mengakui memang belum ada. “Namun sudah ada yang berkonsultasi,” ujar doktor hukum jebolan Universitas Islam Sultan Agung ini, Kamis (3/3).
Dalam waktu dekat, Tim BLF sudah mulai merumuskan subtansi hukum formulasi judicial review ke depan. “Akan kami sampaikan lebih lanjut dengan Bagian Hukum Setda Kota Banjarmasin,” ujar Pazri.
Dilengkapi Oleh Syaiful Riki