News

Hujan Tetap Terjadi di Musim Kemarau di Indonesia, BMKG Beri Penjelasan

apahabar.com, JAKARTA – Tak sedikit wilayah Indonesia masih diguyur hujan sekalipun disebut sudah memasuki musim kemarau….

Featured-Image
Meski sudah memasuki musim kemarau, beberapa wilayah di Indonesia masih terjadi hujan sedang dan lebat. Foto: Medcom

bakabar.com, JAKARTA – Tak sedikit wilayah Indonesia masih diguyur hujan sekalipun disebut sudah memasuki musim kemarau. Begini penjelasan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Diketahui penetapan musim kemarau di Indonesia berbeda di masing-masih wilayah. Perbedaan ini disebabkan kondisi geografis negara kepulauan.

“Makanya masih terjadi hujan di beberapa wilayah yang disebabkan asupan massa udara basah dari Samudera Pasifik,” papar Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Fahry Rajab, seperti dilansir CNN, Jumat (3/6).

“Kemudian hujan juga disebabkan terdapat daerah pertemuan angin yang menyebabkan peningkatan peluang pertumbuhan awan-awan konvektif penghasil hujan,” imbuhnya.

Berdasarkan kondisi iklim, BMKG membagi Indonesia menjadi 342 Zona Musim (ZOM). Adapun masing-masing ZOM disebut memiliki karakteristik iklim masing-masing.

“Kondisi cuaca di Indonesia memang berbeda-beda, karena kondisi geografis kepulauan dan banyak pegunungan. Hal ini membuat setiap ZOM memiliki awal musim masing-masing,” jelas Fahry.

BMKG juga sudah memprakirakan musim kemarau 2022 di Indonesia berdasarkan ZOM masing-masing. Prakiraan ini dipengaruhi awal musim, perbandingan terhadap rata-rata selama 30 tahun, sifat hujan di musim tersebut, dan puncak musim.

“Sebagian besar wilayah diprakirakan mengalami awal musim kemarau sejak April hingga Juni 2022. Prakiraan ini berasal dari 261 ZOM atau 76,3 persen dari 342 ZOM,” beber Fahry.

Jika dibandingkan terhadap rata-rata selama 30 tahun sejak 1991, awal musim kemarau 2022 di sebagian besar daerah diprakirakan mundur atau sebanyak 163 ZOM (47,7 persen).

Sementara peneliti Meteorologi BMKG, Deni Septiadi, menyebut musim kemarau bukan berarti tidak terjadi hujan.

BMKG menggunakan beberapa kriteria dengan indikasi kemarau adalah jumlah atau intensitas curah hujan yang minim atau rendah seperti 1 dasarian di bawah 50 mm atau hari hujan yang semakin berkurang.

“Beberapa peneliti juga melihat perubahan aliran angin Siberia-Australia atau sebaliknya atau biasa disebut aliran monsun. Aliran ini seccra periodik berubah arah per 6 bulan sebagai kriteria penentuan musim,” papar Deni.

“Sekarang aliran angin didominasi dari Australia menuju Siberia yang memang cenderung lebih kering, sehingga dapat dikategorikan sebagai musim kemarau di Indonesia,” sambungnya.

Hujan sendiri merupakan proses kompleks dinamika atmosfer yang melibatkan banyak faktor dan parameter. Keanekaragaman kekasaran permukaan, juga memberikan banyak andil.

“Situasi itu membuat terkadang satu wilayah lebih basah, sementara wilayah lain cenderung agak kering,” sebut Deni.

“Meskipun terjadi penurunan hari hujan, potensi intensitas hujan yang terjadi antara sedang dan lebat bahkan ekstrem masih terbuka,” imbuhnya.

Dikaitkan dengan perubahan iklim, situasi ini mempengaruhi karakteristik labilitas atmosfer yang berdampak kepada potensi bencana hidrometeorologi semakin masif dan membahayakan aktivitas manusia.

“Pergeseran musim juga bisa menjadi indikasi nyata perubahan iklim yang harus menjadi perhatian semua orang,” tutup Deni.



Komentar
Banner
Banner