hari buruh internasional

Hari Buruh Internasional: Tragedi dan Jalan Panjang Perjuangan

Tragedi berdarah itu terjadi ketika para pekerja kerah biru di AS melakukan aksi demi menuntut jam kerja yang lebih manusiawi.

Featured-Image
Aksi demonstrasi buruh di masa lalu. Foto: NYU.

bakabar.com, JAKARTA - Tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional. Tak hanya Indonesia, pelbagai negara di seluruh penjuru dunia pun turut memperingati momen yang mulanya diwarnai aksi anarkis ini.

Memang tidak berlebihan bila menyebut May Day, begitu nama lainnya, sebagai hari ‘berdarah.’ Mengingat lebih dari seabad silam, tepatnya pada 3 Mei 1886, kawasan Haymarket di Chicago, AS, bergelimpangan ratusan korban.

Tragedi berdarah itu terjadi ketika para pekerja kerah biru di AS melakukan aksi demi menuntut jam kerja yang lebih manusiawi. Kala itu, mereka meminta agar waktu kerja dipangkas menjadi 8 jam, dari yang sebelumnya 16 jam per hari.

Nahas, aksi yang semula berjalan damai, berubah menjadi panas lantaran represi aparat. Polisi berupaya meredam aksi massa, namun ternyata ada oknum yang melempar bom. Para oknum itu bahkan memberondong lautan massa dengan tembakan acak.

Akibatnya, tujuh petugas polisi tewas dan 60 lainnya terluka. Korban juga berjatuhan dari pihak sipil, di mana tercatat sebanyak empat hingga delapan warga diperkirakan tewas, serta 30 - 40 orang terluka.

Di balik kabar duka, perjuangan para buruh kala itu akhirnya tak sia-sia. Peristiwa yang dikenal dengan Haymarket Affair itu mengilhami Konferensi Sosialis Internasional untuk menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh pada 1889.

Meski May Day sudah ditetapkan sebagai hari untuk menghormati hak-hak pekerja, sayang, tak semua korporat serta-merta sepakat dengan itu. Segelintir buruh di Negeri Paman Sam bahkan masih harus memperjuangkan haknya.

Mereka, lagi-lagi, melakukan pemogokan untuk memprotes waktu kerja yang masih 16 jam per hari. Juga, soal rendahnya upah yang diatur Pullman Palace Car Company, produsen gerbong kereta api di pabrik dekat Chicago pada 1894.

Tuntutan yang demikian baru sedikitnya terealisasi puluhan tahun berikutnya. Sebut saja, pada 1926, di mana Henry Ford akhirnya memotong waktu kerja dari sembilan jadi delapan jam, dan membayar gaji buruh dua kali lipat lebih besar dari biasanya.

Perjuangan Hari Buruh di Indonesia

Sementara di Indonesia, peringatan Hari Buruh baru dimulai pada era kolonial, tepatnya 1 Mei 1918, dengan diprakarsai Serikat Buruh Kung Tang Hwee. Gagasan mengenai momen ini pun lahir dari komentar tajam tokoh kolonial.

Dialah Adolf Baars, sosok yang mengkritik harga sewa tanah milik kaum buruh yang dia anggap terlalu murah untuk dijadikan perkebunan. Selain itu, juga soal para buruh yang bekerja dengan upah tak layak.

Alih-alih ‘memperbaiki’ nasib buruh usai lahirnya peringatan tersebut, sejumlah perusahaan malah ‘menghukum’ mereka dengan memotong gaji. Tak terima dengan keputusan itu, para buruh pun melakukan aksi mogok.

Sayang, lagi-lagi mereka tak berdaya di mata penguasa: petinggi kapitalis justru mengancam bakal memecat mereka bila tidak segera kembali bekerja. Pada 1926, peringatan Hari Buruh bahkan ditiadakan.

Keadilan baru kembali muncul ke permukaan ketika Kabinet Sjahrir berkuasa. Selang dua puluh tahun kemudian, atau pada 1 Mei 1946, peringatan Hari Buruh kembali diperbolehkan. Malahan momen itu dianjurkan untuk dirayakan.

Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948, diatur bahwa buruh boleh tidak bekerja setiap 1 Mei. Beleid itu pun mengatur perlindungan anak dan hak pekerja perempuan. Sayang, pada era Orde Baru, perayaan Hari Buruh kembali dilarang.

Dalihnya, momen tersebut identik dengan paham komunis. Hari Buruh kembali rutin dirayakan pada era reformasi. Momen ini jadi ajang bagi para buruh untuk mengusung berbagai tuntutan, mulai dari kesejahteraan hingga penghapusan sistem alih da

BJ Habibie sebagai presiden pertama di era reformasi, melakukan ratifikasi konvensi ILO Nomor 81 soal kebebasan berserikat buruh. Pada 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun menetapkan Hari Buruh sebagai libur nasional.

Editor


Komentar
Banner
Banner