Hari Anak Internasional

Hari Anak Internasional, Orang Tua Pegang Peran Penting Cegah Kekerasan Seksual pada Anak

Tingginya angka kekerasan seksual pada anak di Indonesia membuat prihatin. Hari Anak Internasional jadi momentum untuk mengajak orang tua ikut mencegah.

Featured-Image
Ilustrasi. (Foto: pexels.com)

bakabar.com, SEMARANG - Tingginya angka kekerasan seksual pada anak di Indonesia membuat prihatin. Hari Anak Internasional jadi momentum untuk mengajak orang tua ikut mencegah.

Dosen Hukum & Komunikasi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Hotmauli Sidabalok mengingatkan pentingnya Seks Edukasi sejak dini pada anak.

Maraknya kasus kekerasan seksual membuat dosen yang juga Pembina LBH Apik Semarang tersebut menjadi geram.Menurut Hotmauli, fenomena tersebut seperti halnya fenomena gunung es. Sedikit di permukaan, tapi yang tak muncul bisa jadi lebih besar. 

Merujuk data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) per 1 Januari 2023 hingga saat ini, telah masuk laporan kekerasan seksual sebanyak 24.029 kasus.

Jumlah korban anak laki-laki mencapai 4.956 kasus, dan korban anak erempuan mencapai 21. 197 kasus. Dan 5.76 persen di antaranya adalah korban yang masih berstatus sebagai anak.

Hotmauli mengatakan, kasus kekerasan pada anak adalah persoalan bersama, dan orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk ikut mengatasinya.

"Maka masyarakat itu juga punya peranan penting. Mulai dari keluarga, sekolah, sampai ke level yang lebih luas," demikian disampaikan Hotmauli pada bakabar.com, Senin (20/11).

Menurut Hotmauli, salah satu cara yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah dengan mengajarkan anak untuk berani bicara dan menyampaikan atau speak up. Kemampuan ini akan berguna bagi anak untuk mencegah dan membuatnya tak menjadi korban.

"Speak up. Bagaimana menyampaikan sesuatu yang kita rasa tidak benar, kita tidak bisa terima. Jadi salah satunya adalah kekerasan seksual," ujarnya.

Selain ancaman nyata, ancaman kekerasan lain yang mengintai anak juga datang dari dunia maya. Modus pelaku juga semakin beragam. Salah satunya disebut grooming. 

"Dengan cara grooming-grooming itu, mancing-mancing gitu. Kasih uang, kasih pujian dan lain-lain ke anak, tapi tujuannya lain. Dan itu bisa terjadi pada siapapun," ujarnya menegaskan.

"Masyarakat sebetulnya lunya peranan yang besar untuk menyadarkan kepada anak-anak itu ke susuatu yang bahaya maupun tidak. Khususnya terhadap kekerasan seksual. Dari keluarga, guru, dari kelompok-kelompok masyarakat dan semua pihak perlu ikut melindungi," sambungnya.

Pencegahan Pelecehan Harus Dimulai Sejak Dini

Setali tiga utas, Psikolog RS Elisabeth Semarang, Probowatie Tjondronegoro, mengatakan perlindungan anak terhadap pencegahan pelecehan seksual harus dimulai sejak dini. Artinya, si anak sedari awal diberikan dan diajarkan tidakan preventif. 

Caranya adalah dengan memberikan edukasi pada anak sejak dini.

"Kalau saya kata, harus lebih prenventif. Jadi contoh, bapak-ibu kalau ganti baju ya di kamar. Bagaimana (anak) kalau keluar kamar mandi harus pake baju. Itukan anak menjadi oke kan," tuturnya.

Bagaimanapun, kata dia, dalam pembentukan moral dan kedisiplinan seorang anak perlu adanya proses yang cukup panjang.

"Disiplin dan moral itukan proses. Tidak bisa seperti membalikan telapak tangan. Semua harus kerja sama, adanya tim yang apik antara bapak dan ibu. Harus ada komunikasi yang terbuka," ujarnya menambahkan.

Ia juga menganjurkan untuk mendidik anaknya mengenai seks edukasi berdasarkan usia dan pemahamannya, sehingga semua bisa berjalan dengan baik.

"Harus ada komunikasi yang terbuka (anak dan orang tua). Sehingga anak-anak bisa mengeluarkan pendapatnya, sehingga kita bisa masuki pemahaman tentang seks edukasi itu," suluhnya.


Editor
Komentar
Banner
Banner