bakabar.com, BANJARMASIN – Bicara ancaman penyakit menular tidak lagi melulu soal Covid-19.
Penularan tuberkulosis (TBC) kini menjadi ancaman nyata bagi warga Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Pasalnya, dalam enam bulan terakhir, Dinas Kesehatan Banjarmasin mencatat sudah sebanyak 866 warga positif TBC.
Temuan tersebut berdasar pemeriksaan Dinkes terhadap 5.359 suspek dari 15 ribu masyarakat yang diuji kesehatannya.
"Sudah sekitar 16 persen kita telusuri," ujar Kepala Dinkes Banjarmasin, Muhammad Ramadan, Selasa (16/8).
Dua puskesmas menjadi fasilitas kesehatan terbanyak yang mencatatkan pasien YBC, yakni Puskesmas Sungai Jingah dan Pekauman.
Sekadar diketahui Puskesmas Pekauman menangani 3 kelurahan di Banjarmasin. Sedang Puskesmas Sungai Jingah sebanyak 4 kelurahan.
"Karena penduduknya besar, jadi yang diperiksa banyak juga," tuturnya.
Penderita TBC di Banjarmasin dominan dengan gejala demam tinggi, meriang dan batuk selama 2 minggu berturut-turut.
“Penanganannya jika tidak rawat jalan ya rawat inap di Rumah Sakit,” ujarnya.
Maka, saat ini pun 18 dari ratusan pasien TBC tengah dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.
Sepekan lamanya dirawat di sana, mereka masih akan menjalani rawat jalan kira-kira 6 bulan.
"Kalau ada keluarga yang terkena TBC, kita periksa juga sekeliling keluarganya," ucapnya.
Penderita TBC di Banjarmasin umumnya merupakan warga berusia produktif, dari 45 hingga 55 tahun.
Data Dinkes Banjarmasin menyebut TBC lebih banyak menyerang kaum pria, yakni sekitar 65 persen dan perempuan 35 persen.
Namun masyarakat tidak perlu khawatir, ia menekankan penyakit TBC tidak mematikan.
"Dari data itu 1 persen saja tingkat kematiannya dari 866 masyarakat dan bisa disembuh," tegasnya lagi.
Diketahui penyakit TBC yang menginfeksi warga tahun ini lebih banyak, ketimbang tahun lalu.
Capaian juga tak lepas dari gencarnya pemerintah melakukan pelacakan pasca-pandemi.
"Setelah Covid melandai, maka mereka memeriksakan diri dan kalau ada temuan kita lakukan 3T [pencegahan]," pungkasnya.
TBC dan Pencegahannya
TBC, kata dr. Dimas Seto Prasetyo, Sp.MK(K), disebabkan infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis yang ditularkan melalui percik renik saat bersin, batuk, berbicara, atau menyanyi.
Karakteristik umum bakteri ini antara lain dapat bertahan di benda mati selama berbulan-bulan, dan dapat dimatikan dengan pemanasan 60 derajat celsius selama 4 menit.
“Serta dapat dinonaktifkan dengan desinfektan yang mengandung klorin (misalnya hipoklorit), alkohol dan chlorohexidine,” ujarnya, seperti dikutip bakabar.com dari Tirto.id.
Siklus penularan TB dimulai saat bakteri tuberculosis masuk ke paru-paru, kemudian terjadi respons sel imun makrofag paru-paru yang kemudian menginaktivasi bakteri.
Setelahnya, timbul kekebalan primer yang ditandai tes Mantoux positif. Namun saat kekebalan turun, bakteri TB dapat kembali aktif, menyebar ke seluruh tubuh.
Menurut Dimas, udara menjadi media transmisi penyakit. Sehingga secara umum tidak steril, bisa saja dapat mengandung percik renik yang dihasilkan ketika berbicara, menyanyi, bersin, debu dan spora jamur.
“Jadi jika di rumah kita ada kuman sebenarnya tidak apa-apa, yang tidak boleh yaitu patogen dan jamur,” tutur dia.
Penularan TBC sedianya bisa dicegah, salah satunya dengan menempatkan pasien di ruangan terpisah dari anggota keluarga lain. Termasuk memisah kamar mandi.
Bagi anggota keluarga yang merawat termasuk memberikan obat wajib hukumnya mengenakan masker bedah ketika memasuki kamar pasien.
Hal lainnya memastikan ventilasi kamar pasien dan rumah dijaga baik serta melakukan pembersihan area yang mungkin terkena percikan droplet pasien TB dengan desinfektan yang sesuai.
Selain itu, gunakan kipas angin untuk mengarahkan udara ke luar rumah, jika tersedia gunakan exhaust dan apabila rumah memiliki AC sentral dengan filter, pastikan ukuran filter dan bersihkan filter secara rutin.
Selain tuberkulosis dan Covid-19, beberapa penyakit yang juga dapat menular melalui udara yakni varicella atau cacar air, measles (campak), dan virus respiratori lain semisal influenza.