News

Google Doodle Hari Ini: Mengenang Sosok Rasuna Said, sang Singa Betina Minangkabau

apahabar.com, JAKARTA – Lebih dari seabad lalu, tepat di hari ini (14/9), sang ‘singa betina’ lahir…

Featured-Image
Rasuna Said dalam Google Doodle 14 September 2022 (Foto: Google)

bakabar.com, JAKARTA – Lebih dari seabad lalu, tepat di hari ini (14/9), sang 'singa betina' lahir ke dunia. Seorang pejuang wanita yang berhasil membuat Belanda ketar-ketir dengan pidato seumpama petir di siang hari - dialah Rasuna Said.

Hajjah Rangkayo Rasuna Said, begitu nama lengkapnya, lahir pada 14 September 1910 di Desa Panyinggahan, Maninjau, Sumatra Barat. Dia berasal dari keluarga tersohor, di mana sang ayah, Muhammad Said, adalah seorang aktivis pergerakan yang cukup terpandang di kalangan masyarakat Minang.

Berpendidikan namun 'Tak Disukai' Orang Sekitar

Lantaran besar di keluarga bangsawan, Rasuna pun berkesempatan mengenyam pendidikan. Namun, berbeda dengan saudara-saudaranya yang bersekolah di sekolah umum Belanda, dia lebih memilih sekolah agama Islam.

Jajang Jahroni dalam Haji Rangkayo Rasuna Said: Pejuang Politik dan Penulis Pergerakan menuturkan bahwa Rasuna mengenyam pendidikan di sekolah yang tak jauh dari rumahnya, mulai tahun 1916 sampai 1921. Dua tahun setelahnya, atau pada 1923, dia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Diniyah.

Dari sinilah, Rasuna mulai bertemu dengan orang-orang yang tak menyukainya. Rahmah El Yunusiah, selaku pendiri Diniyah Putri, kalah pamor dibadingkan murid yang baru datang itu. Sebagian besar pelajar di sana menggandrungi Rasuna, bahkan sampai mengikuti pola pikirnya.

Bukannya senang, para guru Diniyah Putri malah senewen dengan kapabilitas Rasuna yang demikian. Dalihnya, mereka tak ingin Rasuna memberi contoh 'tidak baik' kepada murid lain. Alhasil, dibuatlah skenario sedemikian rupa guna menyingkirkan putri bangsawan itu dari Diniyah Putri.

Benar saja, Rasuna menarik diri dari sekolah pimpinan Zainuddin Labi El Yunus. Keputusan ini dibuat usai pihak sekolah sengaja membentuk panitia khusus yang diketuai tokoh cukup disegani, Inyik Bandaro.

Berpidato bak Petir di Siang Hari

Selepas keluar dari Diniyah Putri, Rasuna memutuskan belajar langsung di bawah pimpinan tokoh intelektual Minangkabau. Salah satu gurunya itu ialah Haji Abdul Karim Amarullah, yang juga dikenal sebagai Haji Rasul.

Bukan sekadar menggelar pengajian, Haji Rasul menyusun kurikulum sedemikian rupa hingga menyerupai sekolah sungguhan yang lantas dikenal dengan nama Sekolah Thawalib. Tempat belajar ini utamanya berfokus mengajarkan teori dan aspek filosofi dalam Islam.

"Terinspirasi dari Sekolah Diniyah, Haji Rasul memperkenalkan jenjang kelas, teks buku, dan metode pengajaran modern berbasis kurikulum," tulis Sally White dalam Rasuna Said: Lioness of The Indonesian Independence Movement.

Sejak berguru dengan Haji Rasul, pola pikir Rasuna makin terbuka. Semangat perjuangan dan perlawanan dalam jiwanya pun kian membara. Begitu juga, dengan kesadaran pentingnya pembaharuan pemikiran keagamaan dan kebebasan berpikir, termasuk mengecam segala bentuk penyelewengan ajaran Islam yang berkedok adat.

Dirinya tumbuh menjadi sosok yang progresif, radikal, dan pantang menyerah. Kadang kala, Rasuna juga mengikuti latihan pidato dan debat lantaran terinsipirasi dari seorang gurunya, Udin Rahmani, yang merupakan tokoh pergerakan kaum muda di Maninjau.

"Pidato-pidato Rasuna kadang-kadang laksana petir di siang hari," demikian A. Hasymi merawikan gaya pidato sang singa betina, seperti dikutip dari buku Semangat Merdeka, 70 Tahun Menempuh Jalan Pergolakan dan Perjuangan Kemerdekaan.

Menjadi 'Singa Betina' di Usia Belia

Kepiawaian Rasuna dalam berpidato kian terasah usai menyelami ranah politik. Dia memulai dengan berkecimpung di Sarekat Rakyat pada 1926, kala usianya masih menginjak 16 tahun. Perempuan berhijab itu lantas melebarkan sayapnya dengan bergabung bersama Persatuan Muslim Indonesia (Permi) pada 1930.

Dari organisasi itulah, kecakapan berpidato dan berdebat yang dimiliki Rasuna makin tajam. Dia ditempatkan di bagian seksi propaganda, di mana membuatnya sering berorasi di depan publik. Dalam kesempatan itu, Rasuna mengkritik pemerintah kolonial Belanda, serta mengecam cara mereka yang dinilai memperbodoh dan memiskinkan bangsa Indonesia.

"Isi pidato yang galak membuat Belanda khawatir ketenteraman umum di Sumatra Barat menjadi guncang," demikian tulisan Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia. Berkat kepiawaiannya ini, putri bangsawan itu disematkan julukan 'Singa Minangkabau.'

Malahan, di tengah-tengah pidatonya, tak jarang Rasuna dipaksa berhenti dan diturunkan dari podium oleh aparat pemerintah kolonial Belanda yang khusus mengawasi kegiatan politik (PID). Puncaknya terjadi pada 1932, ketika dirinya menghadiri Rapat Umum Permi.

Kala itu, Rasuna yang sedang berpidato, dipaksa berhenti oleh aparat yang entah muncul dari mana. Dirinya ditangkap dan diseret ke pengadilan kolonial. Dia pun dipenjara selama satu tahun dua bulan, dengan dakwaan ujaran kebencian.

Kendati pernah merasakan diginnya bui, Rasuna tak pernah berhenti melancarkan kritik kepada penjajah. Hingga era pendudukan Jepang, dia terus berkiprah, bahkan turut menggagas pembentukan Nippon Raya yang bertujuan melahirkan kader-kader perjuangan.

Lagi-lagi, Rasuna dituduh menghasut rakyat. Namun, kali ini, dia tak tinggal diam. Kepada pembesar Jepang, dia berkata sembari menunjuk dada sendiri, "Boleh Tuan menyebut Asia Raya karena Tuan menang perang, tetapi Indonesia Raya pasti ada di sini."

Diabadikan Menjadi Nama Jalan

Berkat jasa-jasanya, Rasuna yang wafat pada 2 November 1965 dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Namanya juga terabadikan menjadi salah satu jalan utama di Jakarta. Sejumlah kantor dan hunian di ibu kota pun memakai namanya.

Tak hanya dihargai di negeri sendiri, Google turut mengenang Rasuna dengan menampilkan doodle bergambar wajahnya, sebagai bentuk perayaan ulang tahun yang ke-112. (Nurisma)

Komentar
Banner
Banner