bakabar.com, JAKARTA – Haiti kembali dilanda gempa pada Sabtu (15/8) pagi. 304 orang dilaporkan meninggal dunia akibat gempa berkekuatan 7,2 SR itu.
“Banyak rumah hancur, orang meninggal dan beberapa berada di rumah sakit,” kata Christella Saint Hilaire (21) yang tinggal di dekat pusat gempa, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Minggu (15/7).
Pusat gempa, berada sekitar 100 mil atau 160 kilometer di sebelah barat pusat ibu kota padat penduduk Port-au-Prince.
“Saya berada di rumah saya ketika mulai bergetar, saya berada di dekat jendela dan saya melihat semuanya jatuh,” katanya. Reruntuhan dinding sempat menghantam punggungnya. “Tapi aku tidak terlalu terluka.”
Dari unggahan gambar, gempa awal terasa di sebagian besar Karibia juga merusak sekolah hingga rumah di semenanjung barat daya Haiti.
Badan perlindungan sipil negara itu mengatakan beberapa jam setelah gempa bahwa jumlah korban tewas telah melonjak menjadi 304, meningkat sepanjang hari dari laporan awal 29 kematian.
Ratusan orang terluka dan sebagian lainnya dilaporkan masih hilang.
“Respons awal, baik oleh penyelamat profesional dan anggota masyarakat telah menyebabkan banyak orang ditarik dari puing-puing. Rumah sakit terus menerima cedera,” tambahnya.
“Dengan ribuan orang terluka, rumah sakit di daerah yang paling parah dilanda gempa sudah berjuang untuk memberikan perawatan darurat dan setidaknya tiga di kota Pestel, Corailles dan Roseaux benar-benar penuh,” ujar Jerry Chandler, kepala badan perlindungan sipil setempat.
Pemerintah Haiti telah mengumumkan keadaan darurat sebagai tanggapan atas bencana tersebut. Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan Presiden AS Joe Biden telah menyetujui upaya bantuan untuk segera dimulai.
“Dalam masa yang sudah menantang bagi rakyat Haiti, saya sedih dengan gempa bumi yang menghancurkan,” kata Biden. Ia menambahkan bahwa negaranya siap untuk membantu upaya untuk memulihkan mereka yang terluka dan mereka yang harus sekarang dibangun kembali.
Gempa terbaru juga terjadi lebih dari sebulan setelah Presiden Jovenel Moise dibunuh di rumahnya oleh sekelompok pria bersenjata dan mengguncang negara yang tengah berjuang melawan kemiskinan, kekerasan geng yang meningkat, dan Covid-19.