bakabar.com, BANJARBARU - Sejumlah pemuda yang terhimpun di Komunitas Gerakan Kaos Hitam (KGKH) Banjarbaru menggelar aksi September Hitam untuk mengenang kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Kegiatan yang digelar di depan kantor Gubernur Kalimantan Selatan tersebut diikuti oleh Walhi Kalsel, Serikat Petani Indonesia (SPI) Kalsel, Komunitas Perpustakaan Jalanan.
"Kegiatan ini adalah yang pertama kali dilakukan di Banjarbaru bahkan di Kalimantan Selatan sendiri," jelas Presiden Gerakan Kaos Hitam, Wira Surya Wibawa kepada bakabar.com, Minggu (12/9) malam.
Kegiatan yang digelar tepat pada pukul 19.00 tersebut, berlangsung dengan haru, dari pembacaan puisi, orasi serta menyalakan lilin dan penaburan bunga di foto-foto para aktivis yang dinyatakan hilang bahkan meninggal.
Dalam aksinya tersebut Wira mengatakan kegiatan tersebut dilakukan untuk mengenang serta sebagai refleksi akan kelamnya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.
"Mulai dari pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1965 sampai 1966 yang mana kasus G30S, tragedi Tanjung Priok, tragedi 1998 di Kalsel, serta penghilangan aktivis seperti Wiji Thukul dan Marsinah pada masa Orde Baru, kemudian pembunuhan Munir yang kasusnya belum terungkap hingga saat ini," bebernya.
Lelaki yang akrab disapa Bung Wira itu menjelaskan, hingga saat ini kasus-kasus tersebut belum terselesaikan, bahkan untuk kasus lokal seperti Jumat Kelabu tidak ditemukan titik terangnya.
"Tidak hanya itu kami juga selalu mendengungkan (mengingatkan, red) akan kejahatan lingkungan dan kriminalisasi aktivis," bebernya.
Dalam hal ini, Negara Republik Indonesia sangat berdosa jika menganggap Indonesia saat ini sedang baik-baik saja dalam hal pengungkapan kasus pelanggaran HAM.
"Contohnya seperti kasus Munir yang sudah berjalan selama 17 tahun yang kemarin kita peringati di tempat lain belum juga terungkap. Jadi dalam hal ini masih banyak PR di Negara, katanya Negara demokrasi tapi semuanya selalu dibungkam selalu di tutup mulut, selalu dipermasalahkan seperti mural dan tulisan yang mengancam rezim, kami mengecam tindakan tersebut," ungkapnya.
Dengan diadakan aksi tersebut, Wira mengharapkan kasus HAM yang ada di Indonesia, negara harus bertanggung jawab untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta jaminan agar tidak ada kasus yang serupa.
"Karena sampai saat ini, negara masih berdosa, mengapa begitu karena negara seharusnya bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga dari pelanggaran HAM, seperti anak Munir, Wiji Thukul. Mereka itu adalah kepada keluarga," terangnya.
Presiden Gerakan Kaos Hitam mempertanyakan, mengapa kasus tersebut tidak pernah terungkap, apakah karena ada aktor atau ada politik yang ada di baliknya sehingga tidak bisa terungkap.
"Harapannya dengan gerakan ini bisa membawa kenangan lagi kepada masyarakat Banjarbaru dan Kalsel luasnya khususnya pemuda, bahwa kasus pelanggaran HAM masih ada, kita belum selesai berjuang dan perjuangan itu harus kita suarakan untuk mengungkap kebenaran yang ada di Indonesia," harapnya.