bakabar.com, BANJARMASIN – Langkah Kementerian Keuangan memotong dana ekspor crude palm oil (CPO) ramai-ramai dikeluhkan banyak daerah, tak terkecuali Kalimantan Selatan.
Dalam beleid terbarunya, untuk setiap ton CPO ke luar negeri, pajak yang akan diambil berkisar US$ 50.
Menukil Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.05/2018 yang berlaku sejak 4 Desember 2018 kemarin, pemerintah menolkan (US$ 0/ton) seluruh tarif pungutan ekspor apabila harga CPO internasional berada di bawah US$ 570/ton.
Sementara itu, jika harga berada di kisaran US$ 570 – US$ 619/ton, maka pungutan ekspor CPO menjadi US$ 25/ton.
Adapun bila harga internasional sudah kembali normal di atas US$ 619/ton, pungutan ekspor CPO kembali ditetapkan US$ 50/ton.
Diakui Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Kalimantan Selatan (GAPKI Kalsel), penjualan Kelapa Sawit di triwulan pertama 2019 sedang mengalami masa yang bagus. Baik itu tandan buah segar (TBS) maupun Crude Palm Oil (CPO).
Baca Juga:Dewan: Hilirisasi Jadi Solusi Atasi Harga Sawit di Kalsel
“Alhamdullah sudah mulai ada kenaikan harga TBS/CPO,” ucap Ketua GAPKI Kalsel , Totok Dewanto kepada bakabar.com, Rabu (13/3) siang.
Harga TBS kini, kata Totok, berada di kisaran Rp 1.000-1.300/kg, sedangkan harga CPO di kisaran Rp.6000-7000/kg.
Kenaikan harga tersebut, sambung Totok, seiring dengan meningkatnya nilai ekspor kelapa sawit. Kenaikan rata-ratanya mencapai 4 persen, dari 103 ribu ton menjadi 107 ribu ton/bulan.
“Ini data dari Januari sampai dengan Februari 2019,” cetusnya.
Meski demikian ia merasa pungutan ekspor CPO itu akan memberatkan serta membuat produk CPO RI kurang bersaing.
Baru-baru ini, India menaikkan tarif impor mereka. Dari 25 persen menjadi 45 persen. Selama ini, China, India dan Pakistan dikenal sebagai negara tujuan ekspor andalan. Ditambah, Afrika, Bangladesh, juga Timur Tengah.
Dia meminta, pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan pungutan CPO, serta melakukan negosiasi bilateral dengan pemerintah India untuk penurunan tarif impor.
Baca Juga:Kaltim Lirik Potensi Limbah Sawit
Jika tidak, daya saing harga CPO Indonesia bisa keok dibanding Malaysia.
Sebagaimana diketahui Negeri Jiran tersebut telah menangguhkan pajak ekspor serupa untuk membuat produk mereka lebih kompetitif di pasaran.
Sementara itu untuk Kalsel, Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel menyebutkan nilai ekspor melalui pelabuhan di Kalsel per Januari 2019 mencapai US$585,51 juta atau turun 15,32 persen dibanding ekspor bulan Desember 2018 yang mencapai US$691,45 juta dan turun 16,16 persen. Pun demikian, jika dibandingkan dengan nilai ekspor Januari 2018 yang mencapai US$698,36 juta.
Adapun nilai impor Kalsel Januari 2019 sebesar US$98,72 juta atau turun sebesar 22,32 persen dibanding impor Desember 2018 yang mencapai US$127,09 juta. Sedangkan jika dibandingkan dengan nilai impor Januari 2018, nilai tersebut naik sebesar 2,23 persen yang pada saat itu nilainya mencapai US$96,57 juta. Sehingga, disebutkan neraca perdagangan ekspor impor Kalimantan Selatan bulan Januari 2019 surplus US$486,79 juta.
Baca Juga:Kurangi Impor, Pertamina Lirik Minyak Sawit
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Fariz Fadhillah