bakabar.com, BALIKPAPAN – Sejumlah mahasiwa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menggelar aksi demonstrasi di depan kantor DPRD Balikpapan pada Senin (12/4) sekira pukul 13.00 wita.
Belasan mahasiswa ini menuntut sikap dari perwakilan rakyat agar menuntaskan permasalahan ganti rugi lahan warga di KM 23 Balikpapan Utara akibat pembangunan megaproyek jalan tol Balikpapan-Samarinda (Balsam).
Para mahasiswa meminta kejelasan dari perkara ganti rugi lahan warga sebanyak 39 dari 41 bidang tanah atau persil dari tahun 2011 yang hingga kini belum dibayarkan pemerintah.
Persoalannya tinggal menunggu surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada Pengadilan untuk segera ditindaklanjuti dan dibayarkan.
“Kendalanya sendiri sudah ditetapkan oleh Pengadilan bahwasanya BPN harus membayarkan ganti rugi lahan kepada warga, namun pengadilan tidak mencairkan itu karena belum ada surat pengantar dari BPN. Dan BPN sendiri masih menunggu surat Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari KLHK,” ujar Meikel Arruan, Humas Aksi.
Meikel mengatakan total penggantian rugi lahan warga sebanyak 39 persil tersebut sebesar Rp 28 miliar. Namun hingga kini juga belum dibayarkan. Padahal sebelumnya BPN berjanji akan melunasi pada Desember 2020 lalu, namun hal tersebut hanya angin surga.
“Sudah terlalu lama Pak, dari tahun 2011 sampai 2021 belum ada terealisasi. Ini mau sampai kapan, makanya kami minta sikap dari Dewan selaku perwakilan rakyat. Kalau memang mereka tidak bisa, ya maka pejabat yang duduk dijabatan tersebut silahkan mundur kalau tidak sanggup,” seru seorang demonstran.
Sementara itu, demonstran dihadapkan oleh perwakilan anggota DPRD Balikpapan, Andi Arif Agung. Pihak dewan akan melakukan mediasi dengan memanggil pihak BPN.
“Terkait penuntasan kerugian lahan warga khususnya di seputaran Jalan Tol KM 23, jujur kita belum tahu situasinya. Kita akan aturkan jadwal untuk bisa ketemu perwakilan BPN,” tuturnya.
Diketahui, lahan tersebut telah ditinggali oleh warga dari tahun 1960. Namun perlahan di kuasai pemerintah dengan dalil perluasan Kawasan Hutan Lindung dan perluasan wilayah Daerah Aliran Sungai Manggar.
Meski telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung pada tahun 1996, namun lahan warga belum direlokasi atau mendapat ganti rugi hingga adanya megaproyek Jalan Tol Balsam tersebut.
“Sekarang kami akan terus mengawal ini sampai tuntas. Bilamana tidak terealisasi, aksi akan terus kami lakukan,” pungkas Meikel.