bakabar.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) terancam gagal bayar utang atau default. Utang pemerintah AS saat ini berbentuk surat berharga atau bonds bernama Treasury Bills. Karena itu, pemerintah Amerika harus membayar kepada para pemegang surat utang tersebut.
Jika AS gagal membayar utang maka akan menaikkan risiko di seluruh sektor keuangan global. Tidak ada sudut ekonomi global yang selamat jika pemerintah AS gagal bayar utang dan krisis tersebut tidak bisa diselesaikan dengan cepat.
Dampak gagal bayar utang AS dinilai jauh lebih besar ketimbang krisis perumahan di tahun 2008. Krisis 2008 di AS dipicu oleh bangkrutnya salah satu bank investasi terbesar yaitu Lehman Brothers. Kala itu, Lehman Brothers memberikan penawaran kepada masyarakat untuk memiliki rumah meski tidak punya penghasilan tetap dan minim pengalaman kredit.
"Ini dampak gagal bayar utang AS akan jauh lebih berbahaya dibanding krisis perumahan 2008. Investor yang panik akan melepas kepemilikan surat berharga baik utang maupun saham di negara berkembang," ujar Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) saat dihubungi bakabar.com, Rabu (31/5).
Baca Juga: Potensi Gagal Bayar Utang AS, Menkeu: Tak Ada Pengaruh ke Ekonomi RI
"Jadi surat utang AS yang dianggap sebagai aset dengan risiko terendah saja terancam gagal bayar apalagi aset lainnya. Pasar saham global akan menyusut 60% nilainya," terangnya.
Selain itu, untuk mencegah kepanikan di pasar keuangan, bank sentral akan naikkan suku bunga secara agresif bisa tembus 300-500 basis poin. Masyarakat akan terancam dengan naiknya biaya pinjaman untuk hipotek, pinjaman pribadi, termasuk kartu kredit.
"Yang berarti banyak perusahaan di berbagai sektor mengalami tekanan pembayaran utang, Rate of default nya akan naik. Selanjutnya berimbas ke PHK massal," pungkasnya.
Saat ini, Pemerintah Amerika melakukan langkah untuk mencegah gagal bayar utang tersebut. Satu-satunya langkah yang diambil yaitu Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Ketua parlemen Kevin McCarthy sepakat menaikkan plafon utang pemerintah federal menjadi US$ 31,4 triliun atau setara Rp467,86 kuadriliun (kurs Rp14.900) hingga 1 Januari 2025.