Kalsel

Gaet Ulama dan Mahasiswa, Gaung Save Meratus Makin Kencang

apahabar.com, BANJARMASIN – Gaung penyelamatan pegunungan Meratus makin kencang terdengar. Menggaet kelompok ulama dan mahasiswa, Wahana…

Featured-Image
Gerakan Save Meratus. Dok Walhi Kalsel . Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Gaung penyelamatan pegunungan Meratus makin kencang terdengar.

Menggaet kelompok ulama dan mahasiswa, Wahana Lingkungan Hidup (Kalsel) kian lantang menyuarakan ancaman kerusakan alam di pegunungan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value) itu.

“Islam itu rahmatan lil alamin, tidak hanya untuk segelintir golongan,” ungkap Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, di sela Diskusi Lingkungan memperingati Hari Lingkungan Sedunia, di Universitas Nahdhatul Ulama, (27/6) siang.

Masyarakat harus berbagi peran, porsi tugas dan fungsi dalam segala hal terkhusus pelestarian lingkungan.

“Selemah-lemahnya iman dengan diam dan doa, jangan takut dan malu,” ujar pria berambut gondrong ini.

Sebagai generasi penerus, mahasiswa memiliki peran penting. Tugas mereka, kata Kis, jangan hanya belajar di kampus, melainkan turut terjun langsung dalam upaya pelestarian lingkungan ini.

Saat ini, kata Kis, indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) Kalsel sangat rendah, karena pencemaran lingkungan yang sangat tinggi. IKLH Kalsel belum beranjak dari yang terburuk se-regional Kalimantan. Dari 34 provinsi di tanah air, Kalsel menempati peringkat ke-19.

“Dari data Walhi, Kalsel yang memiliki wilayah 3,7 juta hektare, saat ini 50 persen wilayahnya sudah dibebani izin tambang dan kelapa sawit. Maka menurut kami Kalsel sudah darurat tata ruang dan bencana ekologis serta konflik agraria,” jelasnya.

Maka dari itu, dirinya mengharapkan dukungan dan doa dari seluruh masyarakat Kalsel, terkhusus para ulama dan mahasiswa.

“Karena yang kita lawan ini orang kuat, yang punya tenaga, punya uang. Maka kita tidak akan bisa melawan jika hanya sendiri,” Katanya.

“Jangan sampai Kota Seribu Sungai menjadi kota seribu lubang tambang, jangan sampai hulu sungai menjadi hulu tambang,” tambahnya.

Ustaz Abuzein Fardany, aktivis lembaga dakwah NU, yang hadir pada hari itu juga mendukung langkah Walhi Kalsel.

Dari sebuah hadis yang dikutipnya yang artinya adalah tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain.

“Dalam islam, membawa mudarat kepada diri sendiri saja tidak boleh, apalagi membawa mudarat kepada orang lain. Saat kita menebang pohon, kita kaji dulu apakah bahaya untuk orang lain atau tidak, apabila hal tersebut berbahaya maka islam melarang,” paparnya.

Dalam muktamar ulama NU yang diadakan di Jombang beberapa waktu yang lalu, meskipun perusahaan tambang sudah memiliki izin/legal, apabila sifat perusahaan tersebut merusak maka hal tersebut adalah haram dalam islam. Bahkan pihak yang memberikan izin pun, sebut dia, juga dikenakan hukum haram.

“Islam itu bukan untuk kebaikan individu, tetapi untuk semesta serta keberlangsungan alam,” tegasnya.

Dirinya juga mengungkapkan kesedihannya ketika melihat kenyataan rusaknya lingkungan saat ini. Ia menjelaskan bahwa manusia di bumi ini hanya diberikan hak untuk mengelola bukan memilki apalagi merusaknya.

“Boleh memanfaatkan, tapi tidak boleh merusak,” ucapnya.

Melihat kenyataan yang ada, maka dikatakannya, dirinya akan mengajak semua ulama untuk nantinya merembukkan permasalahan lingkungan di Kalsel.

“Fardhu ain, artinya semua orang wajib terlibat untuk menolak,” tuturnya

Geriliyansyah Rektor UNU, juga mengungkapkan untuk terus mengajak mahasiswanya agar lebih sering mengadakan diskusi dan tentang lingkungan hidup.

imgimg

Berdasarkan kajian Walhi, bentang alam di Pegunungan Meratus kian terancam oleh kehadiran industri ekstraktif berupa tambang batu bara, seiring putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta mementalkan upaya Walhi dengan menolak Surat Keputusan (SK) Nomor 441.K/30/DJB/2017, tentang penyesuaian tahap kegiatan PKP2B PT. Mantimin Coal Mining (MCM) menjadi tahap kegiatan operasi produksi.

PTTUN menolak permohonan banding dari Walhi, Kamis, 14 Maret 2019 silam. Banding yang diajukan pasca Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) atas SK tersebut.

Bukan hanya itu, ancaman lain yang mengintai Meratus adalah korporasi pemegang konsesi PKP2B lainnya, yakni PT. Antang Gunung Meratus (AGM). AGM dinilai mereka turut berambisi merambah kawasan pegunungan tersebut.

PT AGM dikabarkan bakal meningkatkan kapasitas produksi pertambangan batu bara dari 10 juta ton per tahun menjadi 25 juta ton/tahun di kawasan Hulu Sungai Tengah (HST) yang selama ini dikenal sebagai zona hijau.

Seiring berjalannya waktu, Walhi sendiri bersikukuh menolak dengan tegas eksploitasi pertambangan dan perkebunan monokultur skala besar di Meratus.

Kemudian, mendukung segala upaya, baik secara personal maupun kelembagaan yang bertujuan untuk memperjuangkan keadilan ekologis di pegunungan Meratus.

Dan ketiga, menolak segala bentuk konsesi baru di sektor pertambangan dan perkebunan monokultur yang merusak lingkungan di Kalsel.

Keempat, mendesak Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral untuk secepatnya mencabut SK Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang penyesuaian tahap kegiatan PKP2B PT MCM menjadi tahap kegiatan operasi produksi di Balangan, Tabalong, dan Hulu Sungai Tengah.

Kelima, mendesak Pemrov Kalsel untuk mencabut izin tambang dan perkebunan sawit yang hanya akan merusak tatanan ekologi, sosial, dan budaya di Meratus.

Dan terakhir, mendorong pemerintah agar segera mengambil sikap tegas terhadap korporasi perusak lingkungan untuk melakukan pemulihan di wilayah konsesi yang rusak akibat aktivitas industri ekstraktif.

Ketujuh, mengajak seluruh elemen masyarakat Kalsel untuk ikut serta dalam upaya penyelamatan Meratus melalui gerakan #SaveMeratus.

"Terakhir, kami mendesak Presiden dengan semua kewenangannya terlibat menyelamatkan Meratus," ujarnya.

Baca Juga: Pemprov Kalsel Segera Daftarkan Geopark Meratus ke Unesco

Baca Juga: 67 Titik di Pegunungan Meratus Ditetapkan Sebagai Geopark

Baca Juga: Hatam 2019, Walhi Kalsel Desak Bentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang

Reporter: AHC07Editor: Fariz Fadhillah

Komentar
Banner
Banner