bakabar.com, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa berisi pedoman pengurusan jenazah muslim yang terinfeksi Corona Virus Disease atau Covid-19, Jumat (27/3).
Dalam fatwa tersebut, pengurusan jenazah, terutama dalam memandikan dan mengafani, harus dilakukan sesuai protokol medis yang dilakukan pihak berwenang dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat (hukum agama).
“Sedangkan untuk mensalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga (petugas dan pentakziah) tidak terpapar Covid-19,” demikian Fatwa MUI seperti dikutip bakabar.com.
Salah satu poin fatwa MUI itu adalah memperbolehkan untuk tidak memandikan atau menayamumkan (menggunakan debu) jenazah pasien muslim positif virus corona bila dalam keadaan membahayakan petugas atas pertimbangan ahli.
“Jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau di-tayamumkan,” bunyi salah satu poin fatwa tersebut.
Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 itu merupakan permintaan Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat menggelar konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Senin (23/3) lalu.
Fatwa itu juga mengatur jenazah pasien positif Covid-19 dapat dimandikan secara tayamum tanpa menggunakan air sesuai syariat Islam, sesuai pertimbangan ahli yang tepercaya.
Mekanismenya dengan cara mengusap wajah dan kedua tangan jenazah minimal sampai pergelangan dengan debu.
“Untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD,” isi fatwa tersebut.
Fatwa juga menjelaskan bahwa umat Islam yang wafat karena wabah virus corona dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat.
Hak-hak jenazahnya wajib dipenuhi yakni melalui tahapan dimandikan, dikafani, disalati, dan dikuburkan, yang pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis.
Berikut Fatwa MUI terkait pedoman pengurusan jenazah muslim terinfeksi Covid-19:
Pedoman Memandikan Jenazah
a. Jenazah dimandikan tanpa harus dibuka pakaiannya
b. petugas wajib berjenis kelamin yang sama dengan jenazah yang dimandikan dan dikafani;
c. Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap memakai pakaian. Jika tidak, maka ditayammumkan.
d. petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan;
e. petugas memandikan jenazah dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh;
f. jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya bahwa jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan cara:
1). mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu.
2). untuk kepentingan perlindungan diri pada saat mengusap, petugas tetap menggunakan APD.
g. jika menurut pendapat ahli yang terpercaya bahwa memandikan atau menayamumkan tidak mungkin dilakukan karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan dlarurat syar'iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.
Pedoman Mengafani Jenazah
a. Setelah jenazah dimandikan atau ditayamumkan, atau karena dlarurah syar'iyah tidak dimandikan atau ditayamumkan, maka jenazah dikafani dengan menggunakan kain yang menutup seluruh tubuh dan dimasukkan ke dalam kantong jenazah yang aman dan tidak tembus air untuk mencegah penyebaran virus dan menjaga keselamatan petugas.
b. Setelah pengafanan selesai, jenazah dimasukkan ke dalam peti jenazah yang tidak tembus air dan udara dengan dimiringkan ke kanan sehingga saat dikuburkan jenazah menghadap ke arah kiblat.
c. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada jenazah, maka petugas dapat mengabaikan najis tersebut.
Pedoman Menyalatkan Jenazah
a. Disunnahkan menyegerakan shalat jenazah setelah dikafani.
b. Dilakukan di tempat yang aman dari penularan COVID-19.
c. Dilakukan oleh umat Islam secara langsung (hadhir) minimal satu orang. Jika tidak memungkinkan, boleh dishalatkan di kuburan sebelum atau sesudah dimakamkan. Jika tidak dimungkinkan, maka boleh dishalatkan dari jauh (shalat ghaib).
d. Pihak yang menyalatkan wajib menjaga diri dari penularan COVID-19.
Pedoman Menguburkan Jenazah
a. Dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan protokol medis.
b. Dilakukan dengan cara memasukkan jenazah bersama petinya ke dalam liang kubur tanpa harus membuka peti, plastik, dan kafan.
c. Penguburan beberapa jenazah dalam satu liang kubur dibolehkan karena darurat (al-dlarurah al-syar'iyyah) sebagaimana diatur dalam ketentuan fatwa MUI nomor 34 tahun 2004 tentang Pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Jana'iz) Dalam Keadaan Darurat.
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin