bakabar.com, JAKARTA – Meskipun terbilang ringan, tetapi ada sejumlah kejadian tak diinginkan (KTD) pada relawan Vaksin Nusantara.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Dan Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Muhammad Karyana mengakui hal tersebut.
“KTD kan ada dua jenis keluhan sistemik sama lokal. Sistemik itu di kita ada nyeri otot, nyeri sendi, lemas, mual, demam, dan menggigil,” kata dia, dikutip dari CNNIndonesia.com, Kamis (15/4) sore.
“Yang lokalnya seperti ini yang nyeri lokal, kemerahan, pembengkakan, penebalan, serta gatal pada titik suntik,” lanjutnya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan 28 subjek penelitian Vaksin Nusantara mengalami KTD berupa nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, petechiae alias ruam, lemas, mual, demam, batuk, pilek, serta gatal.
“Seluruh subjek mengalami KTD pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mikogram dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mikogram dan tanpa adjuvant,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito melalui keterangan tertulisnya.
Karyana meluruskan pernyataan BPOM soal 28 subjek relawan.
“BPOM kemarin mengatakan keseluruhan subjek relawan KTD, padahal 28 ini kejadian, bukan orang,” aku dia.
Jumlah relawan dalam uji klinis fase I Vaksin Nusantara, jelasnya, mencapai 31 orang; 3 orang di awal dijadikan sebagai pilot project, sementara 28 lainnya menjadi subjek relawan.
“Tidak didapatkan KTD serius pada seluruh subjek uji klinis fase I. Sistemik jumlah keluhannya 20, yang lokal 8, jadi bukan orang. Karena satu orang bisa mengalami 2-3 keluhan kan,” aku dia.
Ia juga menyebut enam subjek relawan yang mengalami peningkatan kolesterol hingga melebihi angka 226.
Dengan temuan itu, Karyana menyatakan kejadian itu masih tergolong ringan dan tidak membahayakan subjek relawan. Ia juga mengatakan peningkatan kolesterol merupakan kondisi yang bisa terjadi akibat banyak faktor.
“Grade III tu sebagai warning kita memang. Tapi artinya kita menilai wong pasiennya masih sehat-sehat saja, kecuali kalau dia akhirnya meninggal atau sampai dirawat itu baru KTD serius dan harus dihentikan,” dalihnya.
Karyana lantas membandingkan beragam Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Indonesia yang terjadi setelah penyuntikan vaksin Sinovac dan AstraZeneca. Pemerintah kala itu tak lantas menghentikan program vaksinasi, melainkan melakukan kajian mendalam terlebih dahulu dengan beberapa ahli.
Seperti KIPI pada Sinovac yang ditemukan reaksi lokal, kemerahan dan nyeri pada bekas suntikan, hingga gatal-gatal. Sementara reaksi sistemik juga dilaporkan seperti mengantuk, demam, sakit kepala, hingga nyeri otot.
Kendati demikian, Komnas KIPI menyebut reaksi lokal tersebut dilaporkan sembuh dalam masa 1-2 hari saja.
“Jadi KTD vaksin Nusantara masih normal masih dalam toleransi, dan gejala hilang tanpa pengobatan,” pungkas Karyana.