Bayar Pajak

Dirjen Pajak Buka Suara Terkait Seruan Tolak Bayar Pajak oleh Said Aqil

Imbas kasus Rafael yang memiliki harta jumbo Rp 56,1 M, membuat masyarakat kecewa terhadap institusi Kementerian Keuangan.

Featured-Image
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali disorot. Foto: CNN

bakabar.com, JAKARTA - Imbas kasus Rafael Alun yang memiliki harta jumbo Rp56,1 M, membuat masyarakat kecewa terhadap institusi Kementerian Keuangan. Kekecewaan itu dilontarkan dengan seruan untuk tidak membayar pajak. Salah satunya oleh mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj.

Dalam unggahan di akun instagramnya, Said mengatakan NU mengambil sikap tegas tidak usah bayar pajak. Said Aqil merasa kecewa atas perilaku Rafael. Jika hasil pemeriksaan terbukti ada uang pajak yang diselewengkan, ia mengimbau warga tidak membayar pajak.

Terkait seruan tersebut, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengingatkan kepada masyarakat untuk bisa membedakan antara kasus dengan kewajiban. Hal ini karena berdasarkan UU membayar pajak merupakan kewajiban.

Ia juga menyinggung bahwa membayar pajak merupakan salah satu pilar penting penerimaan negara. Uang pajak itu kemudian dipakai untuk mendukung kemaslahatan masyarakat dan pembangunan.

"Pertama terkait seruan atau bahasa tidak bayar pajak barang kami melihatnya kita harus pisahkan antara kasus dan kewajiban;" ungkap Suryo saat konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Rabu (1/3).

Suryo juga membeberkan, jumlah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan meningkat 21% meskipun lembaga tersebut diterpa kasus pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo yang memiliki harta tak wajar dan penganiayaan yang dilakukan oleh anaknya, Mario Dandy.

"Sudah ada 5,32 juta SPT yang dilaporkan. Jumlahnya naik 21% dibandingkan periode yang sama tahun lalu," ujar Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo saat konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Rabu (1/3).

Di kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan penerimaan negara dari pajak dipakai untuk memenuhi beberapa kebutuhan penting, seperti mensubsidi BPJS Kesehatan.

"Tidak mungkin tega iuran BPJS Kesehatan 96 juta yang gratis itu mau dihentikan, pendidikan, kesehatan dan lainnya yang selama ini dinikmati jangan sampai terganggu hanya karena kita mengambil keputusan yang mungkin kurang bijak," papar Prastowo.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga kepercayaan terhadap terhadap institusi Kementerian Keuangan meskipun diterjang isu miring tersebut.

"Soal oknumnya ada yang salah itu kita benerin, tapi institusinya itu tidak boleh diragukan. Kalau orang tidak mau bayar pajak, celaka kita, negara kita hidup dari pajak" ujar Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan, di kesempatan yang sama.

Editor
Komentar
Banner
Banner