bakabar.com, BALIKPAPAN – Mantan Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi, diperiksa KPK di Kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalimantan Timur, Jumat (18/3).
Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan dugaan kasus pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Tahun Anggaran 2017/2018.
Rizal diperiksa berbarengan dengan mantan pejabat lain seperti Sekretaris Daerah Kota Balikpapan, Sayid MN Fadli, mantan kepala BPKAD, Madram Muchyar, serta mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Tara Allorante.
Namun dibandingkan yang lain, Rizal Effendi datang terlambat ke Kantor BPKP di Jalan MT Harjono Nomor 01 Balikpapan.
“Memang benar saya dipanggil KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi kasus pengurusan DID 2017/2018,” papar Rizal Effendi ketika dikonfirmasi bakabar.com, Sabtu (19/3).
“Sedianya diperiksa berbarengan dengan beberapa orang lain di Kantor BPKP, tetapi saya datang sedikit terlambat,” imbuhnya.
Tentang pertanyaan yang dilontarkan, Rizal Effendi mengaku lupa lantaran sejumlah pertanyaan banyak diulang oleh penyidik. Pemeriksaan itu sendiri berlangsung sekitar 1 jam.
“Saya lupa dengan pertanyaan yang diajukan, karena lebih banyak pengulangan. Sejauh ini saya pun belum menyiapkan kuasa hukum,” tandas Rizal.
Diketahui KPK tengah melakukan pengembangan kasus pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2017-2018.
Dalam penanganan tersebut, KPK telah menjerat aanggota Komisi XI DPR RI, Amin Santono, anggota DPR periode 2014-2019, Sukiman, serta bekas pejabat Kemenkeu bernama Yaya Purnomo.
Kemudian anggota DPR RI periode 2014-2019, Irgan Chairul Mahfiz, ditambah mantan Wakil Bendahara Umum (Wabendum) Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP) Puji Suhartono.
Sedangkan di deretan pejabat daerah, terdapat nama Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pegunungan Arfak Papua, Natan Pasomba, Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman, dan Bupati Labuhanbatu Utara, Kharuddin Syah alias Buyung.
Dalam pembuktian jaksa seperti dilansir Antara, Yaya Purnomo menerima gratifikasi pengurusan DID Tahun Anggaran 2018 untuk Balikpapan.
Yaya dan seorang lain yang bernama Rifa, menerima Rp1,3 miliar. Pemberian uang melalui penyerahan dua buah buku rekening beserta kartu ATM.
Selanjutnya Yaya Purnomo divonis 6,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta sejak Februari 2019, serta membayar denda Rp200 juta.