Komnas Perempuan telah merespons kasus VDPS. Komnas menyebut hukuman Bayu tidak maksimal.
“Hasil pemantauan Komnas Perempuan menyimpulkan hukuman terhadap pelaku pemerkosaan belum maksimal dan perempuan korban belum dipenuhi hak-haknya,” ujar Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat kepada wartawan, Minggu (30/1).
Apalagi, kasus pemerkosaan VDPS, terang Rainy, terkait-paut dengan relasi kekuasaan antara pelaku dengan korban, misalnya atasan dengan pekerja magang.
Rainy membeberkan hukuman-hukuman pemerkosa yang tercatat di sejumlah aturan perundang-undangan. Seperti KUHP (maksimal 12 tahun penjara), UU PKDRT (maksimal 12 tahun penjara tahun atau denda paling banyak sebesar Rp 36 juta), dan UU Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak (paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 dengan denda Rp 5 M).
Selain itu, VDPS yang kini masih trauma rupanya banyak mengalami perilaku intimidatif selama berjuang seorang diri mencari keadilan.
Ditekan karena Tak Berjilbab, Mahasiswi ULM Korban Pemerkosaan Bekas Polisi Lapor Komnas HAM
Sebelumnya, di kepolisian VDPS sudah mendapat perlakuan 'beda'. Seorang anggota polisi mempersoalkan ketidaktahuan VDPS mengenai Bripka Bayu yang sudah memiliki istri saat dia melapor ke Polresta Banjarmasin. Seorang polisi lainnya menyindir VDPS yang tak menggunakan jilbab.
Tak hanya di kepolisian, sepanjang proses hukumnya bergulir, VDPS tak pernah lapor kampus. Pengacaranya menyebut seorang jaksa sempat melarang VDPS.
Soal laporan ke kampus, menurut jaksa hal tersebut bukanlah kewajiban JPU. Terlebih, lanjut dia, perkara pemerkosaan VDPS merupakan tindak pidana asusila.
Selain itu, persidangan perkara VDPS dianggap pengacaranya superkilat atau hanya 31 hari kerja.
Selama persidangan, VDPS hanya dua kali mengikuti sidang. Pun saat hakim memvonis 2 tahun 6 bulan Bayu.
VDPS mengaku tak dimintai pertimbangan. Puncaknya, jaksa memasukkan nota banding ke pengadilan setelah desakan publik mencari keadilan untuk VDPS mencuat.
Sayang, banding tersebut ditolak pengadilan lantaran masuk di hari terakhir masa banding. Meski mustahil, saat ini pengacara VDPS, Muhammad Pazri terus berupaya mendesak jaksa mengajukan peninjauan kembali atau PK guna memperberat hukuman Bayu.
“Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh tadi meminta kami untuk membuat surat mendorong PK beserta alasannya Ke Kajati, tembusan Jaksa Agung dan Komisi III,” ujar Pazri, Kamis (3/2).
Skandal Pemerkosaan Mahasiswi ULM, Jaksa: Lapor Kampus Tak Perlu