bakabar.com, PALANGKA RAYA - Sama-sama berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito, Barito Kuala (Batola) digandeng Barito Selatan (Barsel) dalam kerja sama mengendalikan inflasi.
Kerja sama dua kabupaten di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah ini diwujudkan dalam penandatanganan nota kesepakatan bersama, Senin (13/3) di Palangka Raya.
Penandatanganan dilakukan Penjabat Bupati Batola, Mujiyat, serta Lisda Arriyana selaku Penjabat Bupati Barsel.
Adapun garis besar kerja sama yang berdurasi 2 tahun tersebut adalah mensinergikan program-program pengendalian inflasi.
Selanjutnya pelaksanaan akan ditindaklanjuti melalui perjanjian kerja sama yang lebih teknis dan terinci melalui satuan kerja terkait.
"Semoga kerja sama tersebut menjadi berkah dan bermanfaat untuk masyarakat di kedua kabupaten. Terlebih dalam evaluasi capaian pengendalian inflasi di Barsel, belum termuat perihal kerja sama ini," papar Lisda.
"Bak gayung bersambut, Batola menjadi daerah pertama yang bersedia bekerja sama dengan Barsel. Kedepan kami juga bekerja sama dengan Hulu Sungai Utara dan Pulang Pisau," imbuhnya.
Diyakini kerja sama tersebut memiliki prospek yang cerah, mengingat beberapa kabupaten Kalteng di DAS Barito, mengandalkan distribusi dari Kalsel.
"Bahkan naik turun inflasi di Kalteng, biasanya terkait distribusi dari Kalsel," jelas Lisda yang sudah 7 bulan menjadi Penjabat Bupati Barsel.
"Berbeda dengan Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat dan Seruyan yang terhubung dengan Jawa Tengah atau Jawa Timur," sambungnya.
Kendati bentuk kerja sama masih dirumuskan, terdapat sejumlah komoditas yang ditawarkan Batola. Salah satunya adalah beras.
"Kalau dilihat secara subtansi, Batola memiliki kelebihan stok beras sekitar 107 ton. Dengan indikasi ini, kami berani menindaklanjuti kerja sama dengan Barsel," sahut Mujiyat.
Tidak hanya beras, Batola juga menawarkan kesiapan memenuhi kebutuhan daging sapi. Diketahui Mandastana, Barambai, Wanaraya dan Rantau Badauh merupakan sentra sapi di Batola.
"Kalau misalnya Barsel membutuhkan 25 ton beras per bulan, kami yakin mampu memenuhi. Bahkan kalau bisa lebih banyak, sehingga akan berimbas kepada pergerakan BUMDes di Batola," tegas Mujiyat.
"Kalau seandainya kurang, kami sudah menjajaki kerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk meningkatkan produksi," imbuhnya.
Menerapkan teknologi pertanian terbaru, produksi padi di Batola diklaim bisa meningkat drastis lantaran sekali tanam bisa dipanen tiga kali.
"Kalau sebelumnya 1 hektar lahan menghasilkan 11 ton gabah, sentuhan teknologi membuat produksi meningkat menjadi 20 sampai 30 ton per hektar," jelas Mujiyat.
"Proyek ini direncanakan diterapkan di Mandastana dengan lahan minimal 300 hektar. Kami juga akan melakukan intervensi melalui sewa lahan, seandainya petani keberatan," tandasnya.