Hot Borneo

Digandeng Sony Music, Primitive Monkey Noose Jadi Angin Segar dalam Budaya Musik Pop Banjar

apahabar.com, BANJARMASIN – Primitive Monkey Noose (PMN), band asal Batulicin, Kalimantan Selatan, yang digandeng Sony Music…

Featured-Image
Primitive Monkey Noose. Foto-Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Primitive Monkey Noose (PMN), band asal Batulicin, Kalimantan Selatan, yang digandeng Sony Music Entertainment Indonesia mulai mencuri perhatian.

Dosen Pendidikan Seni Pertunjukan Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Sumasno Hadi, menilai lewat lagu “Mahadang Ading” karya Fadly Zour, PMN akan memberikan kesegaran baru pada budaya musik populer Banjar.

“Spirit rock di lagu ini jadi sesuatu yang segar. Bisa jadi karena player di band ini memang bisa menjiwai lagunya. Masih terasa segarnya,” kata Sumasno Hadi, kepada bakabar.com, Selasa (22/3/2022).

Sumasno memandang musik yang digarap PMN akan memberikan warna baru bagi musik pop di Banua. Sebab, kata dia, kebanyakan musik pop Banjar berirama melayu dan melankolis.

“Ini ‘kan bentuknya lagu Pop Banjar. Kenapa Pop Banjar, karena ini divokalisasikan, disuarakan melalui lirik Banjar. Dari sisi kreativitas ini memang dalam lingkup punk rock. Menurut saya, ini usaha yang cukup menarik,” katanya.

Dari sisi industri, Sumasno menilai musik pop daerah sejatinya memiliki pasar yang baik. Itu bisa dilihat dari dari fenomena Didi Kempot dan dampak yang muncul setelahnya.

Apalagi, lanjut dia, musik pop Banjar punya sejarah panjang dan memiliki nama besar seperti Anang Ardiansyah yang juga dikenal secara nasional. Dia meyakini pihak industri musik bukannya tidak tahu soal ini.

“Sebenarnya penikmat musik pop Banjar itu banyak juga. Dan industri tahu itu. Mereka mungkin menangkap peluang itu. Untuk daerah bagus aja. Meramaikan lah,” katanya.

Kolektor rilisan fisik di Kalsel itu kemudian memuji soal aransemen musik dan skill personel PMN yang ditunjukkan pada lagu Mahadang Ading. “Ya, seperti perkembangan skill musik populer pada umumnya. Kalau bicara skill, ya, rata-rata anak-anak hari ini skillnya cukup bagus lah,” ucapnya.

Tak hanya itu, dia juga mengapresiasi produksi suara PMN pada lagu Mahadang Ading yang dibuat di studio milik Prima Yuda Prawira di Batulicin. Dia menilai produksi musik PMN bisa disandingkan di level nasional.

Apalagi jika melihat Batulicin sebenarnya tak pernah punya sejarah musik yang industrialis. Di Batulicin, selama ini musik hanya digunakan sebatas hiburan di cafe dan ajang adu skill melalui festival event-event besar tahunan.

Sebagai band yang mengusung musik rock, Sumasno berharap ke depan PMN bisa lebih eksploratif dan berani dalam meramu musik-musiknya. “Kalau melihat karakteristik rock adalah keberanian musikal, baik lirik maupun notasi. Ke depan harus mencari sesuatu yang baru. Karena kalau tidak ada pembaruan tidak akan diingat orang,” katanya.

Meski memberikan banyak apresiasi, ada satu catatan yang Sumasno berikan untuk PMN. “Vokal agak sedikit kurang memuaskan, karena range vokalnya tampak rendah. Bisa maksimal kalau bisa dinaikkan dua nada. Satu atau dua not. Mungkin akan lebih enak,” katanya.

Lantas, bagaimana dengan rilisan fisik?

Sumasno tak langsung menyarankannya. Rilisan fisik, kata Sumasno, bisa digarap jika PMN menganggap itu sesuatu yang penting.

“Rilisan fisik sebenarnya nggak signifikan. Karena penggunanya juga terbatas. Asal mau agak repot sebenarnya bisa digarap juga. Tapi kalau dari sisi komersial, ya, nggak banyak juga. Tapi kalau menganggap itu penting bisa saja,” ucapnya.

Digandeng Sony Music, Band Batulicin Primitive Monkey Noose Siap Ngerock di Album Perdana



Komentar
Banner
Banner