bakabar.com,JAKARTA- Sebanyak 15.000 Pekerja Rumah Tangga (PRT) menggelar aksi puasa di depan gedung DPR RI pada Rabu (15/2). Aksi ini merupakan peringatan 22 tahun tragedi Sunarsih yang kelaparan dan disiksa pemberi kerja hingga meninggal dunia.
Aksi puasa yang diikuti oleh kelompok masyarakat sipil untuk RUU PPRT ini juga menggelar serbet raksasa, sebagai simbol urgensitas RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Ketua Koalisi Sipil untuk UU PPRT Eva Sundari menjelaskan aksi tersebut sebagai bentuk dukungan agar DPR segera mengesahkan RUU PPRT. Harapannya tidak ada lagi Sunarsih - Sunarsih yang lain menjadi korban di masa depan.
"Selama 22 tahun ini, terus bermunculan ribuan wajah-wajah Sunarsih lain. Sutini yang disekap dan disiksa 6 tahun. Lalu Ani disekap dan disiksa 9 tahun, Nurlela disekap & disiksa 5 tahun. Eni, Elok, Toipah, Rohimah, Khotimah, Rizki, dan Sunarsih-Sunarsih yang lain, yang merasa kelaparan dan kesakitan hingga berakibat pada berkurang atau tidak berfungsinya organ serta kehilangan nyawa," terang Eva pada awak media pada Rabu (15/2).
Baca Juga: Soal RUU PPRT, Mahfud MD: Selama 19 Tahun Tak Ada Jawaban
Selama 19 tahun, bukan waktu yang singkat bagi Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) dan pelbagai organisasi masyarakat sipil terus memperjuangkan RUU PPRT ke DPR. Meskipun telah melewati berbagai proses kajian, studi banding, dialog, revisi dan pembahasan, hingga hari ini nasib RUU PPRT masih menggantung.
"Hingga posisi terakhir sudah disepakati oleh Pleno Baleg DPR RI pada 1 Juli 2020 untuk diserahkan ke Bamus DPR agar diagendakan di Rapat Paripurna DPR untuk ditetapkan sebagai RUU inisiatif," terang Eva.
Pada Agustus 2022, pemerintah melalui Kantor Staf Presiden sudah membentuk Gugus Tugas RUU PPRT. Lalu pada 18 Januari 2023, Presiden RI Joko Widodo telah berkomentar tentang pentingnya perlindungan PRT.
"Presiden memberi statement tegas untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT. Kami PRT dan masyarakat sipil sangat mengapresiasi dan berterima kasih sebesar-besarnya atas komitmen Presiden Joko Widodo untuk perwujudan UU PPRT sebagaimana hal itu tercantum dalam Nawacita," imbuh Eva.
Baca Juga: Gelar Pawai, Komnas HAM RI Tuntut Percepatan Pengesahan RUU PPRT
Namun respon dari parlemen yang menyatakan bahwa pembahasan RUU PPRT tidak perlu terburu-buru telah mengecewakan para PRT. Menurut Eva, proses pengesahan yang berbelit-belit itu telah memposisikan lima juta pekerja rumah tangga sebagai warga yang terus menerus dilupakan.
"Seakan pekerja terus menerus ditinggalkan, dipinggirkan dan dianggap wajar mengalami kekerasan perbudakan," tutupnya.
View this post on Instagram