Deputi Khawatir Uang Bantuan Dibelanjakan Rokok

Angka perokok di bawah 18 tahun sebesar 3,44 persen pada 2022.

Featured-Image
Perokok di Kalsel mengeluhkan wacana larangan penjualan rokok batangan. Foto ilustrasi-Kompas

bakabar.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jika konsumsi  paling tinggi di Indonesia jatuh belanja rokok dan padi-padian. Alih-alih pada pangan bergizi.

Hal ini menjadi perhatian Suprayoga Hadi, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden. Ia prihatin pada kondisi ini, sebab menurutnya ini adalah bentuk keputusan tidak bijak yang akan berdampak pada generasi berikut.

Lebih lanjut, memahami stunting sebagai problematika struktural, ia menyebutkan, jika dalam beberapa kesempatan seperti pembagian bantuan sosial pemerintah ditujukan sebagai salah satu upaya pemerintah mengurangi angka stunting.

“Kami secara sustainable menggerakkan pencegahan stunting. seperti apa yang diharapkan oleh pak Menteri, oleh karena itu pada kesempatan ini kami berharap alokasi dana pemberdayaan masyarakat ditingkatkan dan tepat sasaran, agar target kita semua dapat terwujud,” ungkapnya pada Kamis (9/2). 

Baca Juga: Harga Rokok Naik, Masyarakat Tetap Beli Walaupun Mahal

Saat disinggung terkait konsumsi rokok yang cukup tinggi, Hadi menjelaskan, jika pada tahun-tahun ini pemerintah telah berupaya untuk mengurangi konsumsi rokok pada anak muda. 

“Angka perokok kita di bawah 18 tahun itu sebesar 3,44 persen pada 2022, sedangkan pada anak muda di atas 20 tahun lebih banyak lagi, kalau ini tidak kita hentikan maka pada 2030 ini akan meningkat sebanyak 16 persen, meski memprihatinkan namun saya rasa at least we still on the right track,” Komentar Hadi. 

Baca Juga: Perokok Wajib Coba! 5 Makanan Pembersih Paru-Paru

Sementara itu Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyawati, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat menjelaskan jika permasalahan stunting yang serba struktural ini mengharuskan pihaknya juga bekerjasama dengan sektor lain. 

“Kita kerja bareng harus merangkul sektor terkait, memang sudah jalan dengan tim-nya pak Suprayoga dan BKKBN, karena memang kita perlu kerja keras untuk mewujudkan ini jadi memang penyelesaian masalah stunting melibatkan banyak sektor,” ungkap dia. 

Sementara itu, berdasarkan hasil riset Global Adult Tobacco Survey, selama sepuluh tahun terakhir (2011- 2021) terjadi peningkatan 14,5% jumlah perokok, yakni sebanyak 8,8 juta orang. Nominal ini didapat dari jumlah perokok pada 2011 sebanyak 60,3 juta orang dan bertambah menjadi 69,1 juta orang pada 2021.

Editor


Komentar
Banner
Banner