Penyalahgunaan Anggaran Stunting

Dedy Mulyadi Soroti Penggunaan Anggaran Stunting untuk Sewa Hotel

Mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang kini politisi Partai Gerindra mengkritisi anggaran penanganan stunting dan kemiskinan yang dimanfaatkan untuk sewa ho

Featured-Image
Politisi Partai Gerindra Dedi Mulyadi. Foto: Antara

bakabar.com, JAKARTA - Mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang kini politisi Partai Gerindra mengkritisi anggaran penanganan stunting dan kemiskinan yang dimanfaatkan untuk sewa hotel berbintang dalam membahas program tersebut.

"Selama ini pemerintah terus menggelorakan berbagai program untuk menangani stunting dan kemiskinan," kata Dedi seperti dilansir Antara, Sabtu (17/6)

Ia menyampaikan, dari tingkat desa, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat mengeluarkan berbagai program untuk penanganan kasus stunting dan kemiskinan.

Baca Juga: Jokowi Geram, Anggaran Stunting Digunakan untuk Rapat Tak Penting

Menurut dia, meski digempur dengan berbagai program, nyatanya stunting dan kemiskinan masih menjamur di sejumlah tempat. Selain banyak yang tak tepat sasaran, program-program diduga menjadi ajang bancakan meraup keuntungan.

Dedi menyebutkan, warga yang lapar dan kepanasan justru berbanding terbalik dengan mereka yang duduk bersantai makan sambil rapat di ruangan ber-AC.

Ia menyontohkan, anggaran penanganan stunting semisal Rp10 miliar. Namun sebanyak Rp3 miliar habis untuk biaya perjalanan. Sisanya Rp7 miliar digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan yang terdiri dari sewa hotel, bayar makan, alat tulis hingga honorarium pembicara.

“Bukan hanya stunting yang banyak pencanangan di hotel tapi koordinasi penanganan kemiskinan juga banyak di hotel bintang lima dan itu terjadi dalam tata kelola keuangan kita,” katanya.

Baca Juga: Pj Gubernur DKI Sebut 10.000 Anak di Ibu Kota Terkena Stunting

Menurut dia, seluruh hal tersebut bisa dicegah dengan evaluasi anggaran secara menyeluruh. Seperti anggaran kabupaten/kota dievaluasi oleh provinsi.

Selama ini, evaluasi hanya bersifat administratif sehingga hal yang bersifat substantif dari anggaran tersebut tak pernah terkoreksi. Sehingga anggaran kebanyakan digunakan seolah-olah untuk pembangunan padahal tidak berbekas.

“Anggaran kebanyakan digunakan seolah-olah untuk pembangunan, padahal pembangunannya tidak ada, yang ada adalah kegiatan-kegiatan yang hanya rutinitas pengarahan, yang diawali dengan doa, Indonesia Raya kemudian diakhiri dengan makan bersama,” katanya.

Baca Juga: Penyaluran Daging dan Telur, Bapanas: Turunkan Stunting dan Stabilitas Harga

Hal tersebut seharusnya bisa dievaluasi secara menyeluruh. Begitupun untuk anggara provinsi yang bisa dievaluasi oleh Kemendagri sehingga anggaran tepat sasaran.

“Jangan sampai kemiskinan tidak selesai, jalan jelek, sekolah mau runtuh, puskesmas miring, sopir ambulans tidak ada honornya di jalan kehabisan bensin akhirnya minta lagi ke pasien,” kata dia.

Untuk itu, Dedi mengajak seluruh pihak mengevaluasi diri untuk menyelesaikan seluruh problem yang ada. Sehingga anggaran tepat sasaran dan tidak habis untuk hal yang bersifat administratif.

Editor
Komentar
Banner
Banner