bakabar.com, BANJARMASIN - Di masa pandemi Covid-19, Pemerintah Arab Saudi mau tak mau harus mengeluarkan keputusan untuk membatasi jemaah haji. Keputusan tersebut tentu berdampak pada merosotnya pendapatan ekonomi untuk negeri tersebut.
Seperti diketahui, tiap jemaah haji bisa menghabiskan ribuan dolar AS untuk menunaikan ibadah sekali seumur hidup itu. Pengeluaran jemaah haji mencakup konsumsi, visa, transportasi, oleh-oleh. Jika ribuan dolar dikalikan sekitar 1,8 juta jemaah haji per tahun maka angkanya sungguh luar biasa.
“Restoran, agen wisata, maskapai, perusahaan ponsel dan negara (Saudi) mendapat dana besar selama haji,” kata aktivis muda Arab Ahmed Maher dilansir dari BBC pada Sabtu, (27/6).
Kemudian kantor berita Reuters memperkirakan pendapatan Saudi dari penyelenggaraan haji dan umrah per tahun sekitar 12 miliar dolar AS. Jumlah itu ternyata merupakan 20 persen dari PDB Saudi.
“Keputusan (pembatasan haji) itu sungguh sebuah berita besar. Ini akan mengendorkan ekonomi lokal,” ujar Simon Henderson selaku pengamat Arab Saudi dari Washington Institute for Near East Policy.
Henderson menduga dampak ekonomi karena pembatasan jemaah haji akan sangat dirasakan di Jeddah. Kota tersebut terkenal dan berkembang berkat posisinya sebagai penerima tamu sekaligus pelayan jemaah haji.
“Secara tradisi dan sejarah, kesejahteraan Jeddah bergantung pada jemaah haji. Kali ini warga di sana tak bisa bergantung pada itu lagi,” ucap Henderson.
Saudi sudah mencabut jam malam yang berlaku nasional pada 21 Juni. Itu berarti warga di sana bisa beraktivitas lagi hingga malam hari. Walau demikian, ada 150 ribu kasus Covid-19 yang terus bertambah di Saudi. Dari jumlah itu, 1.400 orang meninggal dunia.
Sumber: Republika
Editor: Muhammad Bulkini