cuaca ekstrem

Cuaca Panas, CIPS: Berpotensi Ancam Ketahanan Pangan

Cuaca panas yang melanda Indonesia berpotensi mengancam ketahanan pangan dan sektor pertanian.

Featured-Image
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I Banda Aceh, Ditjen Sumber Daya Air (SDA) telah menyelesaikan pembangunan Daerah Irigasi (DI) Rajui yang berada di dalam sistem Bendungan Rajui, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Jaringan irigasi tersebut memberikan manfaat dalam mengairi area persawahan terhadap peningkatan hasil pertanian di Aceh. Foto: Kementerian PUPR

bakabar.com, JAKARTA - Cuaca panas yang melanda Indonesia berpotensi mengancam ketahanan pangan dan sektor pertanian. Hal itu diungkapkan Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir. 

Menurutnya, salah satu dampak perubahan akibat naiknya suhu Bumi yang dapat dirasakan langsung oleh petani, yaitu berkurangnya suplai air dan ancaman kekeringan. Padahal, sumber air yang memadai dan didukung infrastruktur yang baik sangat menentukan produksi pertanian.

“Ketersediaan air sangat penting untuk hasil pertanian dan memastikan keamanan pasokan makanan kita. Oleh karena itu, air harus memiliki kualitas dan kuantitas yang cukup,” ujar Faisol dalam keterangan resmi di Jakarta, dikutip Senin (1/5).

Ia menjelaskan sektor pertanian menyerap sekitar 70 persen dari semua sumber daya air tawar, sehingga menjadikannya penyebab sekaligus bisa menjadi korban dari kelangkaan air.

Baca Juga: Sebelas Tewas Akibat Gelombang Panas di India, Bagaimana Indonesia?

"Tingkat konsumsi ini, jika tidak dikendalikan, akan merusak ekosistem dan menghabiskan persediaan air untuk penggunaan lain," paparnya.

Adapun infrastruktur irigasi utama di Indonesia terdiri dari bendungan yang dikelola pemerintah yang menyediakan irigasi, air baku untuk industri dan perumahan, serta listrik. Pemerintah membangun dan merawat saluran air yang merupakan bagian dari sistem irigasi primer dan sekunder.

Selain itu, beberapa hasil studi mengungkapkan, dampak perubahan iklim pada sektor pertanian yang tidak melakukan adaptasi akan meningkatkan kebutuhan air hingga 40 persen.

Jika tidak dikelola dengan baik, dalam beberapa dekade mendatang, kelangkaan air akan mempengaruhi dua pertiga populasi global, sehingga memperburuk ekosistem dunia.

Baca Juga: Laju Perubahan Iklim Kian Parah, BMKG: Kondisi Bumi Mengkhawatirkan

Konsekuensinya, akan terjadi peningkatan curah hujan di zona beriklim sedang, variabilitas distribusi curah hujan, frekuensi kejadian ekstrem, serta menyebabkan suhu yang lebih tinggi.

Meskipun Indonesia memiliki potensi sumber daya air terbarukan yang luar biasa, Faisol mengungkapkan pasokan dan permintaan air seringkali tidak seimbang. Dengan demikian, manajemen penggunaan air dan sistem pertanian yang inovatif merupakan dua cara paling penting untuk mengatasi tantangan kelangkaan air.

Menerapkan aturan yang menjaga dan melestarikan sumber daya air merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi di cuaca panas seperti sekarang ini. Metode irigasi yang efektif juga dapat diterapkan untuk menghemat limbah dan meningkatkan hasil pertanian.

“Banyak praktik terbaik sistem pertanian daerah-daerah di Indonesia yang bisa diadaptasi di daerah lain, mulai dari tata kelola irigasi dengan skema pembayaran jasa lingkungan, hingga penggunaan benih yang lebih tahan di lahan kering,” tandasnya.

Editor
Komentar
Banner
Banner