bakabar.com, JAKARTA - Maraknya kasus investasi bodong yang kerap terjadi di kalangan masyarakat disebabkan masih minimnya pemahaman masyarakat tentang literasi keuangan.
Peneliti Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Etikah Karyani Suwondo menilai masih banyaknya kasus investasi bodong menandakan inklusi keuangan yang tinggi. Sayangnya, hal tersebut juga tidak diimbangi dengan literasi keuangan yang mencukupi.
"Masyarakat biasanya terjerat investasi bodong karena ada iming-iming, sifat greedy, dan merasa mampu mengelola risiko," ujarnya seperti dilansir Antara, Minggu (4/6).
Baca Juga: Bank BUMN Ini Tingkatkan Literasi Keuangan Digital Bagi Pelaku UMKM
Literasi keuangan, kata Etikah, dapat dilakukan mewaspadai sejak awal bila mendapatkan tawaran bunga yang tinggi. Sebab, tingginya tawaran bunga maka semakin tinggi pula risiko yang diterimanya.
Tak hanya itu, masyarakat juga perlu jeli dengan memerhatikan logo beserta regulator jasa keuangan seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Pasalnya, selama ini sejumlah Lembaga Keuangan kerap menggunakan logo yang mengatasnamakan LPS. Padahal, PLS tersebut bukan non bank, sehingga jika terjadi masalah maka dana simpanan tidak mendapatkan jaminan dari LPS.
Baca Juga: UMKM Menempati Posisi Terbawah dalam Piramida Literasi Keuangan
Investasi bodong berkedok LK tersebut juga kerap memberikan iming-iming keuntungan yang tinggi dalam waktu singkat, serta janji tanpa risiko.
Hal itu sering terjadi di masyarakat terutama pada konsumen yang cenderung memiliki sifat greedy. Lalu, ada juga penyedia investasi yang tidak kredibel.
Oleh karena itu, pastikan bahwa perusahaan investasi telah terdaftar atau mendapatkan izin dari lembaga yang berwenang seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Penyedia investasi ilegal biasanya juga tidak memberikan informasi yang jelas atau menghindari pertanyaan-pertanyaan kritis," jelasnya.