bakabar.com JAKARTA - Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Nadia Tarmizi Wiweko menyoroti reaksi buruh yang menolak kebijakan BPJS Kesehatan diganti Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN)
Nadia menyampaikan, Kemenkes bersifat terbuka terhadap kritik yang disampaikan masyarakat. Karena itu, Kemenkes menggelar forum khusus untuk membahas perubahan kebijakan itu. Adapun jadwal pastinya masih belum diketahui.
"Tentunya kita akan membuka forum diskusi terkait hal ini," terang Nadia kepada bakabar.com di Jakarta, Senin (1/8).
Menurutnya, KRIS JKN merupakan jawaban dari perbaikan pelayanan program kesehatan masyarakat. Selama ini, pelayanan yang telah diberikan belum membahas kriteria pasti terkait standar maksimal yang harus dipenuhi oleh setiap fasilitas kesehatan.
Baca Juga: Kontroversi KRIS JKN, YLKI: Pemerintah Jangan Ngotot
"Jika hal ini (standar maksimal kamar rawat inap) tidak diberlakukan, akan berdampak pada kesembuhan pasien," jelas Nadia.
Sebelum menerapkan kebijakan KRIS JKN, Kementerian Kesehatan sudah terlebih dahulu melakukan uji coba tentang kelayanan penerapan Kelas Rawat Inap (KRIS). Dengan begitu, bisa dipastikan, kebijakan tersebut tidak akan merugikan masyarakat.
"Kita telah melakukan uji coba baik di RS pemerintah ataupun RS swasta," ungkapnya.
Sehingga, kata Nadia, program KRIS layak untuk dilakukan secara bertahap. Hal itu dimungkinkan, karena kendala dari penerapan KRIS sudah teridentifikasi.
Baca Juga: Kritik KSPI Terkait Kebijakan KRIS JKN: Tak Jelas Transparansinya
Sebagai informasi, BPJS Kesehatan diganti menjadi KRIS JKN karena hal itu tercantum pada UU Nomor 40 Tahun 2004 SJSN: Pasal 23 ayat (4) yang berbunyi "Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar".
Dasar hukum lain terkait penerapan KRIS JKN adalah Perpres No. 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan. Pada pasal 54A berbunyi, "Peninjauan manfaat jaminan kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar paling lambat bulan Desember 2020".
Kemudian, Pasal 54B terkait manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54A akan diterapkan secara bertahap dengan waktu paling lambat tahun 2022.