Sebagai pengingat, 18 November, KPK menetapkan Bupati HSU Abdul Wahid sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di proyek irigasi Banjang dan Kayakah.
Penangkapan berawal saat operasi tangkap tangan tim KPK pada 15 September 2021 di Amuntai, HSU.
KPK lebih dulu menangkap Maliki, pelaksana tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Dinas PUPR Kabupaten HSU; Direktur CV Hanamas Marhaini (MRH); dan Direktur CV Kalpataru Fachriadi (FH) di lokasi yang berbeda.
Marhaini dan Fachriadi selaku pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP.
Maliki selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP.
Sementara, Wahid yang diduga menerima suap dan gratifikasi hingga senilai total Rp18,9 miliar disangka Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.
Sampai hari ini, bupati HSU dua periode ini mendekam di rumah tahanan di Gedung Merah Putih KPK hingga 7 Desember mendatang.al 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP.
ASN HSU Bolak-balik KPK, Bupati Wahid Kini Terancam Jerat Kasus Baru