bakabar.com, JAKARTA – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) membantah tudingan yang menyebut bahwa program B35 hanya menguntungkan pengusaha besar yang bergerak di industri kelapa sawit.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman dalam konferensi pers Bilateral Meeting di Hotel Mandarin Oriental, Jakarta.
"Tidak ada kaitannya antara pungutan ekspor dan subsidi. Itu berdiri sendiri-sendiri. Banyak dari perusahaan-perusahaan biodiesel ini bukan eksportir,” ujarnya, Jumat (10/2).
Eddy menjelaskan banyak dari perusahaan-perusahaan biodiesel ini bukan eksportir. Ia juga mengatakan tidak ada pengusaha minyak dalam komiter pengarah. Anggota komiter pengarah diisi oleh delapan menteri, posisi pengusaha sendiri hanya sebatas sebagai narasumber.
Baca Juga: 'MinyaKita' Langka di Pasaran, Imbas Program Biodiesel B35
Sehingga, keterlibatan para pengusaha seperti Apkasindo tidak berpengaruh terhadap keputusan yang diambil oleh BPDPKS.
“Apkasindo itu termasuk narasumber. Mereka tidak menentukan. Namanya juga narasumber,” tutupnya.
Sebelumnya, Serikat Petani Sawit (SPKS) menyebut bahwa program B35 yang baru diluncurkan oleh pemerintah dinilai hanya akan menguntungkan pengusaha elit. SPKS mencatat beberapa korporasi raksasa seperti Wilmar hingga RGE ditengarai mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari subsidi untuk pengembangan biodiesel oleh BPDPKS.
Data tersebut berasal dari Laporan Tahunan BPDPKS pada tahun 2021. Menurutnya penggunaan dana BPDPKS untuk pembayaran selisih harga biodiesel dan solar mencapai Rp51 triliun atau 97,09 persen dari total realisasi belanja lembaga tersebut.
Baca Juga: Tanpa Dukungan Pendanaan Pemerintah, Program B35 Tidak Optimal
Jumlah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap industri biodiesel dianggap berdampak pada penurunan harga komoditas kelapa sawit di tingkat petani kecil.
Alasannya karena pungutan atas harga CPO (Crude Palm Oil), mempengaruhi harga CPO lokal yang menjadi referensi untuk merumuskan harga pembelian tandan buah segar (TBS) petani.
Di sisi lain, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, CPO Supporting Fund (CSF) yang dikelola BPDPKS ditujukan untuk program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Program tersebut tidak hanya untuk pengembangan biodiesel, namun juga untuk mendorong penelitian dan pengembangan, promosi usaha, meningkatkan sarana prasarana pengembangan industri, replanting, peningkatan jumlah mitra usaha dan jumlah penyaluran dalam bentuk ekspor, serta edukasi sumber daya masyarakat mengenai perkebunan kelapa sawit.