bakabar.com, JAKARTA – Badan Meteorologi dan Klimatologi Geofisika (BMKG) membeberkan penyebab udara lebih dingin, padahal saat ini sebagian wilayah sudah masuk musim kemarau.
Peneliti Cuaca dan Iklim Ekstrim BMKG, Siswanto mengatakan pada akhir Juni, gangguan atmosfer pemicu pertumbuhan awan berupa gelombang ekuatorial tropis MJO terpantau aktif dan merambat dari Samudera Hindia bagian barat.
Lalu awan itu melewati wilayah benua maritim kontinen Indonesia, dan bergerak ke arah timur hingga pertengahan dasarian II Juli 2021.
“Sirkulasi angin monsun Australia dan propagasi MJO diperkirakan akan berdampak pada peningkatan potensi hujan di wilayah Indonesia dekat dengan ekuator dan wilayah bagian utaranya,” ujar Siswanto lewat keterangan tertulis, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (6/7).
Lebih lanjut ia menjelaskan suhu permukaan laut Samudera Hindia bagian barat didominasi kondisi dingin hingga netral, sedangkan di bagian tengah dan timur memiliki suhu netral hingga hangat.
Indeks Dipole Mode Samudera Hindia (IOD) bulan Juni 2021 sebesar -0.46, yang menunjukkan kondisi IOD Negatif dan biasanya berdampak pada kondisi basah di wilayah Sumatera bagian barat.
BMKG memprakirakan fenomena El-Nino Southern Oscillation (ENSO) netral akan berlangsung setidaknya hingga Desember 2021. BMKG juga memperkirakan kondisi IOD akan kembali Netral pada Juli, dan akan berlangsung setidaknya hingga Desember 2021.
Siswanto mengatakan hingga dasarian III Juni 2021, sebanyak 63.16 persen dari jumlah zona musim (ZOM) di wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau.
Namun begitu di sebagian wilayah memiliki curah hujan tinggi hingga sangat tinggi yakni >150 mm. Wilayah itu meliputi Pulau Belitung, Sulawesi Tenggara bagian timur, sebagian kecil Papua Barat bagian barat dan sebagian kecil Papua bagian tengah.
Seiring dengan perkembangan musim kemarau, kata Siswanto terdapat aliran massa udara pada lapisan atmosfer bagian bawah yang menunjukkan dominasi angin monsun Australia di wilayah bagian selatan ekuator.
Lebih lanjut ia memprediksi prakiraan cuaca 10 hari ke depan. Pada dasarian I Juli 2021 diprediksi masih didominasi angin timuran.
Terdapat wilayah yang diperkirakan mengalami hujan kategori tinggi, lebih dari 150mm. Wilayah itu di antaranya Sulawesi Tengah bagian timur, wilayah Papua Barat bagian tengah dan wilayah Papua bagian tengah.
Udara Lebih Dingin Bukan Akibat Fenomena Aphelion
Fenomena Aphelion yang terjadi Selasa (6/7), merupakan peristiwa astronomi saat Bumi berada di titik paling jauh dari Matahari. Saat fenomena terjadi, bumi berada sejauh 152.100.527 kilometer dari Matahari.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin fenomena Aphelion tidak memberikan dampak pada Bumi, karena tidak adanya perubahan radiasi Matahari yang signifikan.
“Tidak ada dampak pada bumi, karena tidak ada perubahan radiasi Matahari yang signifikan,” ujar Thomas kepada CNNIndonesia.com lewat pesan teks, Selasa (6/7).
Ia menjelaskan orbit Bumi mengelilingi Matahari bukan melingkar sempurna, melainkan agak lonjong. Titik terdekat dengan Matahari disebut perihelion, yakni terjadi setiap Januari. Sedangkan titik terjauh Matahari terjadi pada Juli, yang disebut fenomena aphelion.