bakabar.com, JAKARTA – Tunjangan kinerja (tukin) yang diberikan kepada PNS, TNI, dan anggota kepolisian berbarengan dengan Tunjangan Hari Raya (THR) kembali dihapus tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan keputusan yang sama seperti 2020 itu mempertimbangkan penanganan Covid-19 yang membutuhkan dana besar. Terlebih, banyak masyarakat umum yang masih membutuhkan bantuan negara.
“Ini merupakan langkah pemerintah untuk di satu sisi tetap berikan THR untuk seluruh PNS, pensiunan, dan P3K, namun di sisi lain pemerintah yang dalam kondisi Covid-19 butuh dana untuk penanganan sekaligus berikan perhatian yang masih dibutuhkan dari pemerintah,” ujarnya dalam konferensi pers yang dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (29/4).
Menurutnya, perubahan alokasi anggaran THR 2021 menunjukkan pemerintah masih fokus dalam menangani Covid-19 dan menyalurkan bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat terdampak pandemi mulai dari program Kartu Prakerja, subsidi kuota internet, bantuan produktif untuk pelaku UMKM, hingga imbal jasa penjaminan (IJP) UMKM.
“Dengan demikian pemerintah terus mencoba menyeimbangkan dalam berbagai tujuan yang saya tahu sangat penting sesuai arahan Pak Presiden agar ekonomi betul-betul bisa tertangani, tapi tetap berikan PNS THR,” jelasnya.
Tahun lalu, keputusan penghapusan tukin tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya Tahun 2020 kepada Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun atau Tunjangan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 9 Mei lalu.
Lantas apa itu tunjangan kinerja?
Mengacu pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Perhitungan Tunjangan Kinerja Pegawai Negeri Sipil, pemberian tunjangan kinerja sendiri didasarkan pada hasil evaluasi jabatan dan capaian prestasi kerja PNS.
Jumlahnya mengacu pada nilai atau kelas suatu jabatan yang diperoleh melalui proses evaluasi yang adil, objektif, dan transparan. Proses evaluasinya sendiri memperhitungkan faktor jabatan dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
Untuk penilaian jabatan struktural digunakan faktor dan kriteria penilaian seperti ruang lingkup program dan dampak, pengaturan organisasi, wewenang kepenyeliaan dan manajerial dan hubungan personal.
Sedangkan untuk penilaian jabatan fungsional menggunakan faktor, antara lain, pengetahuan yang dibutuhkan jabatan, pengendalian dan pengawasan penyelia, pedoman kerja, serta kompleksitas tugas.
Berdasarkan faktor tersebut ditetapkan 17 tingkatan jabatan yang berbeda-beda dan berjenjang. Untuk nilai jabatan terendah ditetapkan 190 sedangkan yang tertinggi ditetapkan 4.730
Dari situlah kemudian bisa dihitung besaran tunjangan kinerja. Rumus menghitung tunjangan kinerja sendiri adalah dengan mengalikan nilai jabatan dengan indeks besaran rupiah.
Contohnya, seorang sekretaris utama. Ia memiliki kelas jabatan 17. Nilai Jabatan kelas tersebut mencapai 4.055 sampai dengan 4.730. Sementara indeks besaran rupiahnya mencapai Rp5.000. Tinggal hitung 4.730 x Rp5.000=Rp23,65 juta.