bakabar.com, JAKARTA – Menyikapi keresahan masyarakat menjelang Iduladha 1443 Hijriah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa berkurban di tengah wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
Dirilis dengan Nomor 32 Tahun 2022, MUI menjelaskan Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah PMK.
Disimpulkan berkurban dengan hewan terjangkiti PMK dinyatakan sah, apabila gejala penyakit tersebut masih dalam taraf gejala ringan.
“Hukum kurban dengan hewan yang terkena PMK itu masih memenuhi syarat, selama masih gejala klinis ringan,” papar Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Soleh, dikutip dari Antara, Jumat (11/6).
“Ini penting diketahui masyarakat, termasuk juga pekurban dan tenaga kesehatan. Tak semua jenis hewan yang terkena PMK itu tidak memenuhi syarat,” imbuhnya.
Diketahui gejala ringan PMK adalah lesu, tidak nafsu makan, demam, keluar air liur berlebih, melepuh sekitar kuku dan dalam mulut, serta tidak mengalami penurunan berat badan secara signifikan.
Sedangkan hewan terjangkit PMK yang tidak sah untuk berkurban atau bergejala berat ditandai dengan kuku terlepas, tidak bisa berjalan atau berjalan dengan pincang.
Sementara apabila hewan kurban bergejala berat, tapi dinyatakan sehat dalam rentang 10 hingga 13 Dzulhijjah sebelum azan magrib, hewan tersebut juga sah untuk dikurbankan.
Namun apabila hewan tersebut sembuh dari PMK setelah melewati masa berkurban, penyembelihan hewan tersebut dianggap sebagai sedekah.
“Memang salah satu syarat dan rukun kurban adalah hewan dalam kondisi sehat dan tidak cacat. Namun terdapat ketentuan syar’i yang mendefinisikan jenis sakit dan cacat tertentu,” jelas Ni’am.
“Tak semua jenis sakit tidak boleh, serta tidak semua jenis cacat tidak boleh. Kondisi sakit maupun cacat ringan itu bisa memenuhi keabsahan dengan syarat tak mempengaruhi tampilan fisik atau kualitas daging hewan kurban,” tandasnya.