Peristiwa & Hukum

Berkaca dari Insiden Berdarah di SMA Banjarmasin, Prof Ersis: Semua Pihak Harus Introspeksi

Akademisi ULM Banjarmasin, Profesor Ersis, turut menyoroti kasus siswa tusuk rekan satu sekolah di SMA Banjarmasin.

Featured-Image
Prof Ersis (Akademisi FKIP ULM)

bakabar.com, BANJARMASIN - Akademisi ULM Banjarmasin, Profesor Ersis, turut menyoroti kasus siswa tusuk rekan satu sekolah di SMA Negeri Banjarmasin yang diduga akibat bullying baru-baru ini.

Insiden berdarah di SMA Negeri di Banjarmasin itu, terjadi menjelang kegiatan belajar siswa digelar, Senin (31/7). FA harus menerima empat luka tusuk dari rekan sekolahnya ARR.

Menurut Prof Ersis, kasus yang terjadi diduga akibat bullying itu, mestinya tak perlu terjadi. Namun, ketika itu terjadi, maka sebaiknya disikapi dengan tidak menambah beban segala pihak.

"Penusukan memang salah dan telah menjadi urusan (pihak) berwajib untuk menempatkan halnya pada tempatnya. Dalam kaca pandang pendidikan, berarti semua pihak berkaitan dengan pendidikan melakukan introspeksi," kata dia.

Introspeksi yang dimaksud Prof Ersis, jika berasal dari perundungan yang berlangsung lama atau karena emosional yang naik tiba-tiba, maka pada dasarnya adalah buah pengendalian diri.

Karena itu, menurutnya pentingnya pendidikan. "Satu di antara tujuan pendidikan adalah pengendalian diri. Kalau demikian adanya, jangan dulu menvonis, pelaku bersalah. Atau, korban penyebabnya. Perlu pengkajian serius," papar Guru Besar tersebut.

Akademisi kelahiran Solok, Sumatera Barat itu menambahkan kalau pendidik diharuskan menanamkan kebersamaan dan semangat belajar di sekolah.

Baca Juga: Penerapan Hukum Terhadap Siswa Tusuk Rekan Satu SMA di Banjarmasin dari Kacamata Ahli Pidana

Peran pendidik menurut profesor bernama lengkap Ersis Warhamsyah Abbas ini, untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan harus dilakukan.

“Jika ada yang kurang berkenan atau menyinggung antar siswa, pendidik sebisanya menanyakan agar tidak dipendam siswa yang menjadi korban,” ujarnya.

Salah satu Guru Besar ULM tersebut menyarankan perlu adanya penanaman kebersamaan dan persaudaraan.

Sebab masalah tersebut bukan untuk menghukum pelaku, tetapi sebaiknya dijadikan intropeksi bagi semua agar lebih baik ke depan.

“Pendidikan pada hakikatnya memanusiakan manusia, mengembangkan potensi baik manusia. Pendidikan itu ada untuk menjadikan manusia dapat mengendalikan dirinya,” papar Ersis.

Baginya, kekuatan pendidikan yakni mampu membangun karakter siswa. Pendidikan dijalani dapat menghindari bullying atau perkelahaian dan tindakan apapun yang menyimpang.

“Pendidikan Karakter menjadi kewajiban tidak terhindarkan, tanpa harus ada mata pelajaran Pendidikan Karakter,” sebut dia.

Sementara itu, akademisi FKIP ULM Syaharuddin menyatakan saat ini telah diterapkan Kurikulum Merdeka di sekolah sebagai upaya pembaharuan pendidikan. Salah satu materinya mengenai soal bullying.

“Sekarang Kurikulum Merdeka telah membuat regulasi lebih intens tentang pendidikan karakter, semacam materi khusus terkait bullying,” tutur Syaharuddin.

Ia menambahkan, Pendidikan Karakter sebenarnya telah ada jauh sebelum Kurikulum Merdeka. Namun, lanjut dia, dalam implementasinya memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

“Dalam Kurikulum Merdeka ada sebutan profil pelajar Pancasila, yang mana sebelumnya nilai-nilai religius dan sosial,” tutur Syaharuddin.

Prof Ersis sependapat. Ia menyatakan bahwa muatan kurikulum secara implisit bermuatan Pendidikan Karakter pada setiap mata pelajaran. Begitu juga tema dan topik pembelajaran bermuatan hal-hal positif.

“Guru telah mendesain dan memasukkan sedemikian rupa pada kegiatan pembelajaran. Guru juga termasuk panglima pembelajaran dalam menanamkan dan mengembangkan karakter siswa,” tutupnya.

Baca Juga: Usai Operasi, Pelajar Korban Penusukan di SMA Banjarmasin Sempat Tak Sadarkan Diri

Baca Juga: Pelajar SMA Tusuk Teman Sekolah di Banjarmasin Lanjut ke Penyelidikan

Editor
Komentar
Banner
Banner